Esther Sri Astuti mewanti-wanti soal nasib iuran yang disetor masyarakat. Karena selama ini ada perbedaan nominal angka yang dibayarkan peserta BPJS Kesehatan setiap bulannya.
Melihat Suasana Berobat Pasien BPJS Kesehatan
Kelas 1 BPJS Kesehatan selama ini membayar iuran Rp150 ribu per orang per bulan dan kelas 2 merogoh Rp100 ribu setiap bulannya. Sedangkan kelas 3 cukup mengeluarkan Rp35 ribu berkat subsidi Rp7.000 dari pemerintah karena mereka seharusnya membayar Rp42 ribu.
“Oleh karena itu, perlu ditentukan besarnya iuran yang bisa affordable bagi kelompok masyarakat miskin agar tetap bisa mengakses KRIS tersebut,” saran Esther.
“Karena jika dilihat, ada perbedaan dari sisi layanan kesehatan, lokasi, dan manfaat kesehatannya,” imbuhnya.
Sementara itu, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melihat pelaksanaan KRIS akan bermasalah untuk peserta jaminan kesehatan nasional (JKN). Bahkan, aturan soal kelas standar dianggap malah kontraproduktif.
Timboel ikut menyoroti potensi single tariff yang akan muncul. Ia menduga iuran kelas 1 dan 2 bakal turun, sedangkan peserta BPJS Kesehatan kelas 3 ‘dipaksa’ membayar lebih.
Ia memprediksi kisaran iuran tunggal ini berada di rentang Rp42 ribu hingga Rp100 ribu per bulan. Dengan rentang tersebut, Timboel mewanti-wanti ancaman penurunan pendapatan dari iuran, serta di sisi lain potensi masyarakat miskin menunggak makin besar.
“Misalnya, ditetapkan Rp75 ribu (per bulan), maka peserta kelas 1 yang tadinya bayar Rp150 ribu akan menjadi Rp75 ribu dan yang Rp100 ribu (kelas 2) akan turun. Ini artinya ada potensi penurunan pendapatan iuran. Sementara kelas 3 yang saat ini bayar Rp35 ribu akan naik,” jelasnya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues