“Harapan saya mah sawah garapan dapat normal lagi bisa di tanami padi, selain dapat memberikan pekerjaan bagi petani lain seperti mencangkul, petik padi, terbantu lah yang gak punya sawah juga,” ujarnya.
Sementara petani lainnya, Unang menyebut jika penyebab kuranya pasokan air dari sungai Cimeta untuk mengaliri lahan-lahan pesawahan karena habis di jalan, terus terjadinya pendangkalan dibendungan sehingga air mengalir pelan dan berkurang.
“Jika itu di keruk kayaknya akan normal lagi sambil di beres-beres sama orang pengairan yang bocor ditambal lagi, insya Alloh dapat sampai lagi ke sini,” ucapnya.
Unang yang juga merupakan pengurus air menyebut, ada 15 hektare di blok Cikalapa yang digarap sekitar 20 petani tidak lagi dapat ditanami padi. itu jadi permasalahan bagi petani lantaran keinginan petani itu nyawah (Tanam Padi).
“Kita sudah berupaya dengan mengalirkan air dari hulu, sampai kesini dibagi-bagi namun tetap saja air gak sampai, air normal namun saluran irigasinya banyak yang bocor dan irigasinya tidak dibabat sama dinas pengairan. Sudah tidak ada perawatan dan normalisasi dari tahun 1997 ditambah pintu-pintu air yang sudah tidak berfungsi,” terangnya.
Menurut Unang, jika air mengalir normal dari 1 Hektare sawah dalam 1 kali panen dapat menghasilkan 5 – 6 Ton.
Terpisah, petani asal Desa Mandalawangi Yuyun Sumarna menyebut sedikitnya ada 25 hektare sawah yang tak lagi ditanami padi lantaran aliran air yang berasal dari D.I Rajamandala tidak sampai ka areal sawah miliknya dan sejumlah petani lainnya di Desa Mandalawangi.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues