LOCUSONLINE, GARUT – Dugaan Korupsi Reses dan BOP DPRD Garut yang ditangani Kejaksaan Negeri Garut beberapa waktu lalu menghadirkan beberapa saksi pada persidangan Praperadilan di Pengadilan Negeri Garut yang diajukan sebagian warga melalui kuasa hukum dari Kantor Hukum Asep Muhidin, SH., MH dan Rekan. Saksi tersebut diataranya Jaksa Cik Muhamad, SH Syahrul dan Jaksa Friza Adi Yudha, SH.
Dalam persidangan, saksi Friza Adi Yudha menyebutkan kalau kasus dugaan tindak pidana korupsi reses dan dana Biaya Operasional Pimpinan (BOP) DPRD Garut tahun 2014-2019 bisa dibuka kembali.
“Untuk perkara korupsi ini bisa dibuka kembali kalau ada bukti baru, untuk SP3 pasti atas sepengetahuan Kejaksaan Tinggi, karena sebelumnya penyidik melakukan ekpose dan dilihat ada kekurangan bukti sehingga perkara ini tidak bisa dinaikan, tetapi kalau suatu saat ada bukti baru perkara ini bisa dibuka kembali,” kata Friza saat memberikan keterangan dibawah sumpah di ruang sidang.
Sementara dalam keterangannya saksi Jaksa Cik Muhamad Syahrul merasa aneh, ada potensi kerugian milyaran tetapi bisa diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saksi mengetahui tentang korupsi yang dilakukan anggota dewan periode tahun 2014 sampai 2019 dan hal itu sedang diselidiki tapi tiba-tiba ada SP3, padahal mereka melakukan korupsi dengan dasar kualitas pekerjaan tidak sesuai sekitar tahun 2019 ada potensi kerugian negara dari BOP sebesar Rp. 40 Milyar dan Pokir Rp.140 Milyar,” kata saksi Cik Muhamad Syahrul dibawah sumpah pada hari yang sama.
Terpisah, kuasa hukum pemohon praperadilan, Asep Muhidin, SH., MH menyayangkan adanya ketidak sesuaian antara keterangan, fakta dan tindakan.
“Bisa kita lihat pada salinan putusan nomor 1/Pid.Pra/2024/PN Grt halaman 41-42, itu yang menulis adalah panitera berdasarkan keterangan fakta persidangan, saksi Cik Muhamad Syahrul menyebutkan ada potensi kerugian dari dana BOP sebesar Rp. 40 Milyar dan Pokir Rp.140 Milyar, namun kenapa bisa diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan? kan aneh,” kata Asep saat dihubungi melalui sambungan seluler, Senin (19/08/2024).
Menurut Asep, penerbitan SP3 ini menjadi teka teki dan misteri, karena telah menciderai rasa keadilan. Kejaksaan tidak memberikan penjelasan kepada publik apa kekurangannya, kalau hanya kekurangan bukti nota dan kwitansi rumah makan saat reses, sampaikan biar masyarakat bisa membantu, bukan menutup diri.
“Saat ini masyarakat menunggu Kejaksaan Negeri Garut gentel mengumumkan bukti apa yang kurang, serta ajak masyarakat untuk membantu Kejaksaan mengungkapnya, bukan diem-diem bae,” cetus Asep.
Namun, sambungnya, dalam waktu dekat, pihaknya akan mengajukan kembali Praperadilan karena salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sudah memberikan kuasa kepada kantor hukumnya untuk mengajukan praperadilan terhadap penerbitan SP3 ini.
Hingga berita ini diturunkan, Kejaksaan Negeri Garut masih belum memberikan tanggapannya. (Asep Ahmad)