LOCUSONLINE, BANDUNG – Kejati Jabar Monitor Penerbitan SP3. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akui terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap dugaan Korupsi Reses dan dana Biaya Operasional Pimpinan (BOP) DPRD Garut tahun 2014-2019 sudah dimonitor oleh bidang tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jabar.
“Terkait berita tersebut SDH di monitor oleh bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar,” kata Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati Jabar, Nur Sricahya melalui pesan whatsaap kepada locusonline.co, Senin (19/08/2024).
Saat ditanya apakah ada statement lengkapnya, Nur Sricahya belum menjelaskan lebih rinci apa yang dimaksud sudah (SDH) di monitor tersebut.
Diberitakan sebelumnya, saksi Friza Adi Yudha menyebutkan kalau kasus dugaan tindak pidana korupsi reses dan dana Biaya Operasional Pimpinan (BOP) DPRD Garut tahun 2014-2019 belum titik, artinya bisa dibuka kembali.
“Untuk perkara korupsi ini bisa dibuka kembali kalau ada bukti baru, untuk SP3 pasti atas sepengetahuan Kejaksaan Tinggi, karena sebelumnya kami melakukan ekspose dan dilihat ada kekurangan bukti maka perkara ini tidak bisa dinaikan, tetapi kalau suatu saat ada bukti baru perkara ini bisa dibuka kembali,” kata Friza saat memberikan keterangan dibawah sumpah di ruang sidang.
Sementara saksi Jaksa Cik Muhamad Syahrul merasa aneh, ada potensi kerugian milyaran tetapi bisa diterbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
“Saksi mengetahui tentang korupsi yang dilakukan anggota dewan periode tahun 2014 sampai 2019 dan hal itu sedang diselidiki tapi tiba-tiba ada SP3, padahal mereka melakukan korupsi dengan dasar kualitas pekerjaan tidak sesuai sekitar tahun 2019 ada potensi kerugian negara dari BOP sebesar Rp. 40 Milyar dan Pokir Rp.140 Milyar,” kata saksi Cik Muhamad Syahrul dibawah sumpah pada hari yang sama.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues