“Meskipun PT. Pumarin awalnya mendapatkan izin untuk pertambangan marmer, pada tahun 2017 mereka mendapatkan izin tambahan untuk pertambangan batu kapur dari Dinas Lingkungan Hidup,” tambah Adhi.
Adhi juga menjelaskan bahwa penggunaan batubara di PT. Pumarin tidak menghasilkan limbah karena langsung bercampur dengan kapur.
“Batubara yang mereka gunakan terbakar habis dan bercampur dengan kapur (CaO), sehingga tidak ada limbah batubara yang dikeluarkan. Mesin mereka dirancang dengan baik untuk proses ini. Proses ini berbeda dengan industri pada umumnya yang membakar batubara untuk menghasilkan panas,” jelas Adhi.
“Kami sudah turun ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dan tidak menemukan adanya limbah,”lanjutnya.
Terkait keluhan sesak napas dan gatal-gatal yang dialami warga, Adhi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan ranah Dinas Kesehatan, sementara DLH hanya fokus pada aspek lingkungan. Untuk memastikan penyebabnya, DLH akan meminta PT. Pumarin untuk melakukan uji laboratorium.
“Kami akan meminta PT. Pumarin untuk melakukan uji lab di tempat yang kami tunjuk, yang merupakan lembaga independen. Proses uji lab ini membutuhkan waktu sekitar 14 hari kerja, dengan pemeriksaan 24 jam,” pungkas Adhi.
Sebagai informasi, sebelumnya puluhan warga menyampaikan keluhan kepada pihak PT. Pumarin, mulai dari penyakit yang mereka alami hingga kondisi rumah yang penuh debu. Bahkan ada warga yang sengaja mengumpulkan debu dalam kantung plastik bening dan menyerahkannya kepada perwakilan PT. Pumarin pada Rabu (28/8/2024).

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues