LOCUSONLINE, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan bahwa usulan revisi sejumlah undang-undang (UU) politik melalui Omnibus Law akan terlebih dahulu dilaporkan kepada Presiden RI Prabowo Subianto sebelum ditindaklanjuti.
Dilansir daeri kantor berita ANTARA, Tito menyampaikan hal ini kepada wartawan usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis. 31 Oktober 2024.
“Kami, Kemendagri, menghargai ide dari DPR untuk melakukan revisi terhadap sejumlah undang-undang yang berkaitan dengan sistem politik,” ujar Tito. “Namun, pemerintah memiliki mekanisme sendiri. Saya selaku Mendagri harus melapor kepada Bapak Presiden, kemudian biasanya melakukan rapat di tingkat antar kementerian/lembaga yang terkait.”
Tito menjelaskan bahwa pemerintah masih mengkaji apakah revisi sejumlah UU politik tersebut perlu dipaketkan melalui Omnibus Law atau dilakukan secara terbatas per UU-nya.
“Apakah perlu revisi atau tidak, dan jika perlu, bagian mana yang perlu direvisi. Hasil kajian ini akan kami sampaikan kepada DPR di rapat berikutnya,” jelas Tito.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR membuka peluang untuk merevisi paket delapan UU politik melalui metode Omnibus Law. Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia menyampaikan wacana ini usai rapat dengar pendapat umum dengan sejumlah organisasi pemantau pemilu.
Doli menilai pelaksanaan Pemilu 2024 perlu dievaluasi karena sejumlah masalah yang muncul.
“Maka dari itu, saya mengusulkan agar kita mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi Omnibus Law. Karena semua UU tersebut saling terkait,” kata Doli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Delapan UU yang bakal direvisi dengan metode Omnibus Law tersebut meliputi UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Doli menambahkan bahwa berdasarkan hasil rapat, ada keinginan bersama untuk menyatukan UU Pemilu dan UU Pilkada. Usul ini juga disampaikan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang hadir dalam rapat. Saat ini, UU Pemilu diatur dalam UU Nomor 17 Tahun 2017, sedangkan Pilkada diatur lewat UU Nomor 10 Tahun 2016.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati menjelaskan bahwa secara harfiah tidak ada perbedaan antara pilkada dengan pemilu, karena keduanya diselenggarakan oleh KPU.
“Oleh karena itu, kami mendorong agar Undang-Undang Pemilu dan Pilkada disatukan dalam satu naskah atau dilakukan kodifikasi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada,” katanya.
Editor: Bhegin