Di media yang sama, sebut Bakti, ada statemen Koordinator Jaksa Pidsus Kejaksaan Agung, Pathor Rohman yang menyatakan biaya yang membutuhkan keterangan ahli biaya yang dibutuhkan cukup besar. Untuk itu, Pathor Rohman mengusulkan agar Pemerintah mendorong nota kesepahaman Kejaksaan dan Kepolisian dengan kalangan perguruan tinggi. Perguruan tinggi menyediakan ahli yang dibutuhkan dan sistem pembayaran honorarium ahli ditanggung oleh negara. Ahli bersangkutan atau kampusnya yang Reimburse ke Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara.

Ini artinya, papar Bakti, jika dikaitkan dengan dugaan kerugian negara dari proyek penataaan Jogging Track dengan LHA Investigasi Inspektorat Garut yang mencapai angka Rp 313 Juta lebih, maka nilai dugaan kerugian negaranya masih lebih besar dari biaya penanganan korupsi.
“Apabila membaca pernyataan Kejari Garut yang hanya mewajibkan CV. Rajasa sebagai perusahaan yang wajib mengembalikan keuangan ke kas daerah untuk membayar kekurangan volume pekerjaan, denda dan pengembalian atas kerusakan pada kontruksi untuk pekerjaan item Rubber Track sebesar Rp 313. 212.844,30, maka nilai ini masih jauh lebih tinggi dari biaya penanganan perkara, yang hanya mencapai Rp 200 juta,” katanya.
Bakti kembali menegaskan, dugaan korupsi pada pembangunan Jogging Track ini sangat kuat, namun tidak menjadi temuan pemeriksaan reguler Kejari dan Inspektorat Garut. Malahan, kasus ini mencuat setelah adanya pelaporan dari warga.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues