
Ada 3 hal, ujar Asep Muhidin, yang harus dicermati oleh semua elemen anti korupsi, KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) RI, Polri (Polisi Republik Indonesia), Kejagung (Kejaksaan Agung), LSM dan Ormas serta tokoh masyarakat Garut. Pertama biaya penanganan korupsi lebih kecil dari dugaan hasil korupsi. Kedua, MoU antara Kejagung, Kapolri dan Mendagri tidak bisa melangkahi UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 Pasal 14 dan 15. Dan ketiga, 3 unsur pidana yang diyakini sudah terpenuhi.
“Ini menurut saya, bukan menurut Hakim. Dugaan kerugian negara sudah ada, PMH dan mens rea sudah ada. MoU antara Mendagri, Kejagung dan Kapolri di Pasal 5 juga kami duga tidak terpenuhi. Kalau perintah Inspektorat tertanggal 03 Juni 2025 dengan tenggang waktu pengembalian kerugian negara selama 60 hari, maka berakhir di tanggal 04 Agustus 2025. Tetapi berdasarkan data dari Kejaksaan Garut bahwa perusahaan baru menitipkan uang pengembalian ke kas negara melalui rekening Kejaksaan tertanggal 26 dan 27 Agustus 2025. Ini artinya sudah melewati tenggang waktu 60 hari. Saya juga sudah mendapat data bahwa Kejari Garut baru menyetorkan uang titipan pengembalian dari CV Rajasa tertanggal 22 Oktober 2024,” katanya.

Trusted source for uncovering corruption scandal and local political drama in Indonesia, with a keen eye on Garut’s governance issues