LOCUSONLINE, JAKARTA – Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Komisi I DPR RI dan pemerintah tengah menjadi sorotan tajam. Rapat Panitia Kerja (Panja) yang berlangsung tertutup selama dua hari di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat sipil.
Mereka menilai proses revisi yang dilakukan secara tertutup di hotel mewah tersebut tidak transparan, terkesan terburu-buru, dan ironis mengingat program pemerintah yang tengah fokus pada efisiensi anggaran.
Rapat Panja RUU TNI yang berlangsung maraton, bahkan hingga malam hari, mengakibatkan para anggota dewan menginap di hotel. Langkah ini dikecam oleh Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan sebagai bentuk rendahnya komitmen terhadap transparansi dan partisipasi publik.
Kekecewaan tersebut memuncak dalam aksi protes di Hotel Fairmont. Tiga orang perwakilan koalisi berhasil menyusup ke ruang rapat dan meminta pembahasan dihentikan. Aksi ini berbuntut pada laporan ke Polda Metro Jaya oleh pihak keamanan hotel atas dugaan gangguan ketertiban umum.
Baca Juga :
Bintik Kebangkitan Dwi Pungsi TNI dan Orba, Ditengah Evisiensi Anggaran Rapat Revisi UU TNI di Hotel Mewah
Sekretaris Jenderal DPR RI, Indra Iskandar, membela keputusan menggelar rapat di hotel bintang lima dengan alasan mendesak dan ketersediaan anggaran. Ia juga menjelaskan bahwa rapat maraton membutuhkan waktu istirahat bagi para anggota dewan.
“Rapat di hotel bintang lima karena mendesak dan ketersediaan anggaran dimana rapat dilakukan secara maraton, sehingga membutuhkan waktu istirahat bagi para anggota dewan,” kilah Sekjen DPR RI.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”