Sayangnya, realitas di lapangan berbeda. Fokus pendidikan seringkali terpaku pada transfer pengetahuan dan keterampilan kognitif, mengabaikan pembinaan sikap hidup dan karakter. Pendidikan seringkali hanya “mengajar”, bukan “mendidik”. Mengajar bagaikan memberi air dan pupuk pada pohon, sementara mendidik menjamin pohon tumbuh kuat, berakar kokoh, dan berbuah lebat.
Contohnya, di tengah maraknya program “Merdeka Belajar”, kita masih menemukan banyak siswa yang kesulitan memahami konsep dasar pelajaran, bahkan tak jarang mereka terjebak dalam budaya “mencontek” dan “mencari jalan pintas”. Hal ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran yang bermakna belum sepenuhnya terwujud.
Pembinaan sikap hidup – kecenderungan batin untuk memilih kebaikan – merupakan kunci pendidikan holistik. Pendekatan pengajaran yang hanya fokus pada transfer pengetahuan tanpa pembinaan sikap hidup yang mendalam, menjadi akar permasalahan perilaku buruk. Pendidikan yang belum membentuk sikap hidup yang baik adalah pendidikan yang belum selesai. Pendidikan yang berkualitas harus nyata, bukan sekadar retorika, dengan mengedepankan pembentukan karakter dan nilai-nilai luhur sebagai pondasi utama.
Sebagai contoh, kita sering mendengar kasus korupsi yang melibatkan pejabat negara, bahkan di kalangan pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai kejujuran dan integritas belum sepenuhnya tertanam dalam diri mereka. Pendidikan yang berfokus pada pembentukan karakter dan nilai-nilai luhur dapat menjadi solusi untuk mencegah perilaku koruptif dan membangun bangsa yang berintegritas.
