MK menegaskan, negara tetap memiliki tanggung jawab konstitusional untuk menjamin akses pendidikan dasar bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi. Namun, MK memberikan pengecualian terhadap sekolah swasta berstandar tinggi, seperti yang menerapkan kurikulum internasional atau keagamaan, karena biaya tinggi di sekolah tersebut dianggap sebagai konsekuensi pilihan sadar dari orang tua peserta didik.
“Putusan ini tidak berlaku untuk sekolah yang memiliki kekhasan, seperti sekolah internasional atau keagamaan, yang tidak semata-mata menjadi alternatif karena keterbatasan sekolah negeri,” terang MK dalam amar putusannya.
JPPI bersama tiga pemohon individu — dua ibu rumah tangga dan satu pegawai negeri sipil — mengajukan gugatan dengan alasan penggunaan anggaran pendidikan di beberapa daerah tidak maksimal. Mereka menilai alokasi dana 20% dari APBN dan APBD seharusnya cukup untuk membiayai pendidikan dasar, baik negeri maupun swasta.
Pemerintah sebagai pihak termohon sebelumnya meminta MK menolak seluruh permohonan. Namun, MK memutuskan sebaliknya dan menyatakan frasa “tanpa memungut biaya” dalam UU Sisdiknas harus mencakup seluruh satuan pendidikan dasar, termasuk yang diselenggarakan oleh masyarakat.
Lebih lanjut, MK menyatakan bahwa bantuan pemerintah kepada sekolah swasta hanya dapat diberikan kepada sekolah yang memenuhi persyaratan tertentu berdasarkan regulasi, serta memiliki sistem tata kelola dan akuntabilitas anggaran yang jelas.
Putusan ini membuka peluang bagi pemerataan pendidikan dasar, namun implementasinya masih menunggu sikap resmi pemerintah. (BAAS)
