Berbeda dari seminar konvensional, lokakarya ini menekankan tindak lanjut nyata. Peserta merancang berbagai inisiatif komunitas, seperti forum diskusi feminis di lingkungan kampus, pelatihan pendampingan korban, hingga membentuk jejaring respon cepat untuk penanganan kasus kekerasan.
“Pengetahuan yang diperoleh di sini tidak boleh berhenti di ruang ini saja,” tegas Nur Khotimah. Ia menambahkan, perubahan sosial harus dimulai dari gerakan bersama yang dibangun atas dasar keberanian untuk peduli dan bertindak.
Menurut SPN, pendidikan publik merupakan kunci dalam upaya pencegahan KBG, terutama di tengah rendahnya kesadaran masyarakat terhadap berbagai bentuk kekerasan yang terjadi.
Seorang peserta dari Universitas Mataram menyampaikan bahwa forum ini memberinya perspektif baru dalam memahami kekerasan terhadap perempuan. “Kita terlalu sering menuntut perempuan untuk diam dan kuat. Padahal, keberanian berbicara adalah langkah awal menuju pemulihan,” ujarnya.
SPN juga menegaskan pentingnya menciptakan ruang aman secara fisik, psikologis, dan sosial bagi perempuan serta kelompok rentan. Ruang aman, kata mereka, bukan semata tanggung jawab lembaga, tetapi juga individu yang berani berpihak pada korban.
Lokakarya ini juga menjadi ruang konsolidasi lintas komunitas yang selama ini bergerak secara terpisah. Banyak peserta mengaku baru kali ini mengikuti forum yang membahas isu kekerasan berbasis gender secara komprehensif.
Hasil lokakarya akan dirangkum dalam laporan bersama yang akan digunakan sebagai bahan advokasi, termasuk untuk mendorong kebijakan perlindungan korban di tingkat lokal, penguatan pendidikan publik, serta perumusan kebijakan yang lebih responsif gender di lembaga pendidikan dan pemerintahan daerah.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














