Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengingatkan bahwa peningkatan anggaran tanpa pembenahan tata kelola berisiko besar. Ia menilai pengelolaan anggaran di Indonesia masih buruk dan rawan disalahgunakan.
“Penambahan dana dalam kondisi seperti ini hanya akan memperbesar potensi korupsi dan menurunkan efektivitas program di lapangan,” ujar Bhima.
Bhima juga menilai dampak ekonomi dari program ini belum terlihat signifikan. Meski digelontor anggaran besar, pertumbuhan ekonomi nasional hanya mencapai 4,87 persen pada kuartal I 2025.
Dengan ruang fiskal yang terbatas, Bhima menilai penambahan anggaran MBG berpotensi menekan program-program strategis lainnya. “Kebutuhan untuk pembayaran bunga dan utang jatuh tempo tahun depan masih tinggi,” jelasnya.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, juga menolak usulan penambahan anggaran MBG. Ia menilai tata kelola program belum membaik dan pemerintah belum menunjukkan transparansi atas penggunaan dana yang sudah digelontorkan.
“Serapan baru 4,2 persen, tapi pemerintah ingin naikkan anggaran dua kali lipat. Ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik rent-seeking,” kata Andry.
Ia menyebut rent-seeking sebagai upaya memanfaatkan dana publik untuk keuntungan kelompok tertentu, bukan untuk kesejahteraan masyarakat secara luas.
Menurutnya, jika pemerintah terus mengandalkan efisiensi anggaran untuk mendanai MBG, risiko perlambatan ekonomi akan meningkat. Ia mencatat bahwa efisiensi anggaran selama ini telah berdampak pada kinerja industri hingga berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
