Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Garut, dr. Tri Cahyo Nugroho, menyampaikan bahwa selama 2024 terdapat tiga laporan permintaan praktik tersebut, namun semuanya berhasil dicegah lewat edukasi oleh tenaga kesehatan.
“Kami menganggap kasus seperti ini sebagai fenomena under-reported. Oleh karena itu, kami dorong penguatan edukasi melalui Posyandu dan PAUD agar tidak ada lagi anak perempuan yang menjadi korban,” ujar dr. Tri.
Ia menegaskan bahwa Dinas Kesehatan Garut telah berkomitmen untuk menolak praktik sunat perempuan di seluruh fasilitas kesehatan, baik milik pemerintah maupun swasta.
Sementara itu, Ketua PD ‘Aisyiyah Garut, Eti Nurul Hayati, menyampaikan bahwa kegiatan ini bertujuan membangun pemahaman lintas sektor serta mendorong masyarakat agar menjadi bagian dari gerakan perubahan.
“Kami ingin mempercepat pencegahan praktik sunat perempuan, memperluas sosialisasi, membangun kemitraan lintas sektor, serta melahirkan agen perubahan di masyarakat,” jelas Eti.
Kegiatan berlangsung selama dua hari, dengan hari pertama diikuti 40 peserta di Aula Dinkes, dan hari kedua di Hotel Santika melibatkan 50 peserta dari lintas instansi dan organisasi perempuan.
“Kami harap kolaborasi ini mendapat dukungan luas agar tujuan pencegahan kekerasan terhadap perempuan benar-benar terwujud di Garut,” pungkas Eti. (Suradi)
