LOCUSONLINE, BANDUNG – Di tengah lantunan ayat suci Al-Qur’an dalam perhelatan Musabaqah Tilawatil Qur’an dan Hadis (MTQH) ke-39 tingkat Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Bandung, muncul sebuah tensi yang tak tertulis di agenda acara. Dua kepala daerah—Bupati Bandung Dadang Supriatna dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi—berada di panggung yang sama, namun menyuarakan dua pendekatan pendidikan yang berbeda. Satu bicara soal kedisiplinan lewat barak militer, lainnya tentang kedamaian lewat Magrib Mengaji. Rabu, 18 Juni 2025
Semua bermula dari sambutan Gubernur Dedi Mulyadi yang secara tersirat menyentil kondisi lingkungan Kabupaten Bandung. “Saya bersyukur dari Ciwidey, Kabupaten Bandung, yang kebun tehnya banyak dibabatin. Semoga ke depan bisa kembali hijau. Quran mengajarkan kita mencintai kehijauan,” ucapnya, penuh sindiran terselubung.
Belum reda, Dedi kembali melontarkan kalimat yang membetot perhatian. Kepada peserta tilawah yang merupakan ajudannya, ia memberikan hadiah Rp50 juta. Namun kepada Bupati Bandung, ia berujar, “Kalau yang tadi ngaji itu Bupati Kabupaten Bandung, saya kasih Rp100 juta.” Sebuah pujian? Mungkin. Tapi bagi sebagian hadirin, itu terdengar seperti sindiran penuh ironi.
Namun Bupati Dadang tak tinggal diam. Ia mengambil mikrofon, bukan untuk menyerang, tapi untuk menjawab dengan program. Dengan tenang dan tegas, Dadang memaparkan program pendidikan berbasis nilai keislaman dan kearifan lokal. Ia tak hanya menolak program barak militer ala Gubernur, tapi juga menawarkan alternatif yang lebih membumi.
