Pernyataan ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara pusat dan pelaksana daerah. Padahal, MBG adalah program strategis yang memerlukan kepastian teknis, apalagi menyasar anak-anak usia sekolah yang sedang tumbuh.
BGN saat ini tengah menyusun juknis MBG selama masa libur sekolah. Mereka mengimbau kepala penyelenggara program di daerah agar berkoordinasi langsung dengan siswa dan guru terkait kehadiran selama masa libur.
Kebijakan lokal Tangsel yang mengalihkan MBG kepada pembagian bahan mentah, menurut Nurhadi, berpotensi mengaburkan tujuan awal program. Ia mendesak agar BGN bertindak cepat sebelum penyimpangan ini menjalar ke daerah lain.
“Kalau begini, kita perlu bertanya: ini program peningkatan gizi atau sekadar menggugurkan kewajiban anggaran? Jangan sampai rakyat cuma diberi kemasan tanpa isi,” tegas Nurhadi.
Ia juga menekankan bahwa program ini harus menyasar kebutuhan riil masyarakat, bukan sekadar formalitas administrasi belaka. Terlebih jika pelaksanaannya justru melukai esensi keadilan sosial.
Fakta di lapangan memperlihatkan bahwa ketidaktegasan regulasi dan lemahnya koordinasi antarlembaga bisa menggagalkan program-program fundamental. Makan Bergizi Gratis adalah kebijakan yang penting, namun harus dikelola secara tepat. Jika tidak, maka jargon gizi hanya akan berakhir dalam plastik berisi ikan asin. (BAAS)
