Kementerian Perhubungan tetap bersikukuh bahwa larangan ODOL bertujuan menjaga keselamatan dan infrastruktur jalan. Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menjelaskan, pelarangan truk ODOL diperlukan untuk menekan angka kecelakaan serta memperbaiki tata niaga logistik nasional.
“Keselamatan di jalan adalah prioritas. Truk ODOL mempercepat kerusakan infrastruktur dan meningkatkan risiko kecelakaan, termasuk bagi para sopir itu sendiri,” kata Dudy, Minggu (22/6/2025).
Data Korlantas Polri mencatat, sepanjang 2024 terjadi 27.337 kecelakaan melibatkan kendaraan angkutan barang. Dari jumlah itu, 6.390 korban meninggal dunia dikaitkan dengan kendaraan ODOL. Sedangkan dari Januari hingga Mei 2025, terdapat 2.203 korban jiwa dari 7.485 kecelakaan.
Aksi mogok sopir truk berdampak langsung terhadap kelancaran distribusi logistik, terutama bahan pangan. Direktur Ketersediaan Pangan Bapanas, Indra Wijayanto, menyatakan sejumlah asosiasi, seperti pedagang telur dan cabai, melaporkan keterlambatan pengiriman akibat aksi tersebut.
“Demo ini berdampak pada suplai ke Jakarta. Ada potensi gangguan kestabilan harga karena pasokan tersendat,” ujar Indra dalam Rapat Koordinasi Inflasi Daerah bersama Kemendagri.
Ia berharap ada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah agar penegakan aturan ODOL tidak mengorbankan kelancaran pasokan pangan nasional.
Agus Pratiknyo, Wakil Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO), menyebut aksi sopir truk terjadi spontan akibat tekanan ekonomi. Ia menekankan bahwa mayoritas sopir berasal dari perusahaan tidak berbadan hukum, sehingga sangat bergantung pada penghasilan dari truk bermuatan lebih.
