Laporan Mengejutkan: Bantuan Makanan Gaza Ditemukan Mengandung Opioid Mematikan
Sebuah laporan terbaru dari The Lemkin Institute for Genocide Prevention mengungkap dugaan mengejutkan bahwa bantuan tepung yang didistribusikan Israel dan AS kepada warga Gaza melalui program Gaza Humanitarian Foundation (GHF) diduga dicampur dengan narkotika jenis oxycodone – obat opioid yang sangat adiktif dan mematikan.
Jika terbukti benar, ini bukan sekadar pelanggaran kemanusiaan, melainkan bentuk perang kimia dan bioterorisme yang sengaja ditujukan untuk melemahkan masyarakat Gaza yang sudah terpuruk akibat blokade dan serangan militer.
Oxycodone: Bahaya dalam Bantuan Tepung Gaza
Oxycodone adalah obat pereda nyeri opioid yang memiliki efek adiktif sangat tinggi. Di Amerika Serikat, obat ini menjadi penyebab utama krisis opioid yang telah menewaskan lebih dari 700.000 orang sejak 1999.
Efek Mematikan Oxycodone:
- Kecanduan parah – Pengguna bisa ketergantungan hanya dalam hitungan hari.
- Gangguan pernapasan – Dosis tinggi dapat menyebabkan henti napas dan kematian.
- Kerusakan janin – Ibu hamil yang terpapar berisiko melahirkan bayi cacat atau prematur.
- Penurunan kesadaran – Membuat korban tidak mampu berfungsi normal.
- Overdosis – Dosis sedikit saja bisa fatal, terutama bagi anak-anak dan orang sakit.
Laporan dari Gaza Media Office menyebut bahwa pil oxycodone disembunyikan dalam karung tepung yang didistribusikan sebagai bantuan pangan. Banyak warga Gaza yang tidak menyadari bahaya ini dan mengonsumsinya sebagai makanan pokok.
Bantuan Kemanusiaan atau Senjata Pemusnah Massal?
1. Pola Israel dalam Memanipulasi Bantuan Gaza
Ini bukan pertama kalinya Israel dituding menyalahgunakan bantuan kemanusiaan untuk tujuan militer. Selama konflik berkepanjangan, beberapa laporan menyebut:
- Racun dalam air minum – Pada 2016, warga Gaza melaporkan air sumur yang diduga terkontaminasi zat kimia.
- Tepung kadaluarsa – Banyak bantuan makanan yang sudah tidak layak konsumsi.
- Penyebaran Tramadol – Selama Operation Cast Lead (2009), Israel dituding membanjiri Gaza dengan opioid Tramadol untuk melemahkan pemuda Palestina.
2. Taktik Kolonial dalam Perang Modern
Sejarawan mengingatkan bahwa penggunaan narkoba sebagai senjata perang bukan hal baru. Contohnya:
- Perang Candu Inggris vs China (1839-1842) – Inggris membanjiri China dengan opium untuk melemahkan ekonomi dan moral rakyatnya.
- AS di Perang Vietnam – CIA diduga menyelundupkan heroin untuk menghancurkan gerilyawan Viet Cong.
- Israel di Gaza – Jika laporan ini benar, maka ini adalah kelanjutan dari perang kimia terselubung.
Reaksi Dunia Internasional: PBB Diminta Bertindak
The Lemkin Institute telah mendesak PBB, WHO, dan organisasi HAM internasional untuk segera melakukan investigasi independen. Beberapa langkah yang harus diambil:
- Pengujian laboratorium terhadap sampel tepung yang didistribusikan.
- Pelacakan sumber oxycodone – Siapa yang membawa obat ini ke Gaza?
- Sanksi terhadap pihak yang terlibat – Jika terbukti, Israel harus menghadapi konsekuensi di ICC (Mahkamah Pidana Internasional).
Pernyataan Pakar:
- Dr. Brendan Ciarán Browne (Ahli Konflik Timur Tengah): “Ini adalah bioterorisme. Memberikan opioid kepada populasi yang kelaparan adalah kejahatan kemanusiaan.”
- Emma Keelan (Peneliti HAM): “Israel telah mengubah bantuan pangan menjadi senjata pemusnah.”
Generasi Gaza Terancam: Dampak Jangka Panjang Melumpuhkan
Jika oxycodone terus beredar di Gaza, efeknya bisa menghancurkan generasi muda Palestina:
- Pemuda Gaza akan kecanduan, mengurangi kemampuan melawan pendudukan.
- Bayi lahir cacat karena ibu hamil terpapar opioid.
- Krisis kesehatan semakin parah – RS Gaza sudah kolaps, tidak mampu menangani overdosis massal.
Kesimpulan: Perlawanan Global Dibutuhkan
Laporan ini harus menjadi peringatan bagi dunia. Jika bantuan kemanusiaan bisa dijadikan senjata, maka tidak ada lagi yang bisa dipercaya. Masyarakat internasional harus:
✅ Memaksa investigasi transparan oleh PBB.
✅ Menghentikan pengiriman bantuan melalui Israel jika terbukti disalahgunakan.
✅ Menuntut pertanggungjawaban di ICC.
