“Ini bukan soal teknis pelajaran, tapi tentang menyelamatkan karakter anak bangsa,” ujarnya. Ia juga memberikan apresiasi kepada tim PGRI dan penulis kurikulum yang telah bekerja cepat dan tepat dalam merumuskan materi yang kontekstual dan inspiratif.
Wakil Bupati Garut, Putri Karlina, turut menyampaikan keresahannya atas meningkatnya jarak emosional antara anak dan orang tua. “Kami melihat, renggangnya relasi anak dan ibu menjadi pemicu berbagai persoalan sosial: kenakalan remaja, kekerasan, hingga degradasi moral,” ucap Putri. Menurutnya, Kurikulum Nyaah ka Indung hadir sebagai langkah konkret untuk membangun ulang jembatan batin antara anak dan ibu melalui sistem pendidikan.
Program ini merupakan perluasan dari inisiatif Pemprov Jabar yang sebelumnya fokus pada pemberdayaan lansia. Kini, kurikulum ini dikembangkan sebagai fondasi pendidikan karakter dari tingkat SD hingga SMA, dengan menekankan nilai kasih sayang, empati, dan penghormatan terhadap orang tua—terutama ibu.
Kurikulum akan diterapkan secara bertahap dengan melibatkan pemerintah daerah, PGRI, guru, dan masyarakat luas. Peluncurannya di Kabupaten Garut menjadi langkah awal reformasi pendidikan karakter berbasis budaya Sunda yang sarat nilai-nilai spiritual dan emosional.
Lebih dari sekadar pendidikan, Kurikulum Nyaah ka Indung adalah ikhtiar membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berjiwa welas asih. Di tengah arus zaman yang kian bising, program ini menjadi panggilan nurani: saatnya kembali menghormati indung, menghargai asal-usul, dan mendidik dengan cinta. (Bhegin)
