Dalam konteks tersebut, wacana Pemerintah Provinsi tentang konsentrasi industri di hilir dan konservasi di hulu lebih terdengar sebagai narasi retoris—untuk memenuhi tuntutan paradigma “pembangunan hijau”—tanpa disertai kontrol hukum yang tegas dan sistem pengawasan efektif.
Apa yang perlu dituntut publik?
Penguatan daya paksa rekomendasi gubernur. Jangan biarkan regulasi menjadi surat suara kosong tanpa imbas bila dilanggar .
Transparansi dan partisipasi publik. Peta tata ruang jangan ditetapkan oleh birokrat tertutup; warga dan akademisi harus terlibat sejak awal.
Penegakan hukum tegas. Kasus alih fungsi ilegal di Puncak dan KBU harus menjadi ujian serius apakah negara sungguh hadir.
Tanpa langkah konkret seperti itu, tata ruang hanya akan menjadi lip service. Sementara setiap hujan deras menenggelamkan tidak hanya lahan, tetapi juga harapan masyarakat Jawa Barat untuk hidup aman dari bencana dan perekonomian yang nyata.
Jawa Barat butuh tata ruang berbasis keadilan ekologis, bukan sekadar simbol. Karena ketika konservasi hanyalah kata di atas kertas, generasi mendatang akan menanggung biaya persis seperti air yang menenggelamkan rumah mereka hari ini. (Bhegin)
