“Masalah ini bukan hanya soal manajemen, tapi nyawa satwa. Dari urusan kompos sampai perawatan, semua berantakan,” ujar Sulhan.
Manajemen lama pun menuding kubu baru tak mampu menunjukkan dokumen legal yang sah, sehingga memicu pengambilalihan ruang keuangan. Keributan pun tak terelakkan.
Sementara itu, Ully Rangkuti, Humas dari manajemen baru, mengaku tidak mengetahui pasti alasan penutupan. Ia menyebut pengumuman baru diterima pagi hari dan menyayangkan pengunjung yang harus membatalkan kunjungan.
“Soal keributan semalam cukup sensitif. Kami serahkan pada pimpinan,” ucap Ully.
Menanggapi isu kematian satwa, Ully berdalih faktor alam seperti usia dan cuaca sebagai penyebab utama. Ia menyatakan BKSDA telah melakukan pemeriksaan dan menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Namun, bagi publik, dalih itu tak cukup. Iis, warga Cicadas, mengaku kecewa karena penutupan dilakukan tanpa pemberitahuan. “Bawa anak-anak sudah jauh-jauh, tapi tutup,” sesalnya.
Kisruh manajemen Bandung Zoo kini bukan sekadar konflik internal—ini sudah menyentuh aspek pelayanan publik, kesejahteraan satwa, dan tata kelola lembaga konservasi. Jika tak segera diakhiri, nasib taman konservasi ini bisa masuk daftar kegagalan tata kelola lingkungan paling mencolok di kota kembang. (Bhegin)
