LOCUSONLINE, JAKARTA – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan pemisahan antara pemilu nasional dan lokal mulai memantik perdebatan sengit di lingkar elite politik. Di satu sisi, MK memosisikan diri sebagai penjaga konstitusi yang menyuguhkan solusi atas tumpang tindih penyelenggaraan pemilu. Namun di sisi lain, respons sejumlah partai politik dan lembaga negara justru menunjukkan resistensi dan kecenderungan menunda pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Jumaat, 4 Juli 2025
DPR Diminta Fokus Bahas Implementasi, Bukan Cari Celah Menolak
Pakar Hukum Tata Negara dari UGM, Yance Arizona, menilai DPR semestinya tak sibuk mengulik celah untuk menunda pelaksanaan, melainkan segera membahas teknis implementasi putusan tersebut. Ia menyebut, pemisahan waktu pemilu sebetulnya menguntungkan partai politik.
“Parpol selama ini kewalahan menyiapkan kader terbaik untuk semua level pemilu karena digelar serentak. Sekarang, ada jeda. Ini kesempatan emas untuk membangun kaderisasi,” ujarnya, Kamis (3/7/2025).
Pemisahan pemilu nasional dan lokal akan memberi ruang lebih besar bagi parpol untuk mengusung calon yang berkualitas tanpa terburu-buru. Selain itu, penyelenggara pemilu juga dapat lebih fokus dan efisien, menghindari beban kerja ekstrem seperti pada Pemilu 2019 dan 2024 yang memakan korban jiwa.
Baca Juga :
Pemerintah Siapkan Skema Intervensi Gagal Bayar Koperasi Merah Putih, Dana Desa Jadi Tumbal?
Namun, di tengah potensi positif itu, justru muncul manuver politik yang mencoba menggiring opini bahwa putusan MK itu cacat konstitusi.
