“Tidak ada yang pernah bicara ke saya soal pembagian uang, apalagi 50 persen. Kalau berani bicara, pasti langsung saya proses,” ujar Budi.
Ia juga menilai para terdakwa hanya mencatut namanya demi memperlancar aksi mereka. “Mereka cuma jual nama saya agar dagangannya laku,” ucapnya sambil tertawa dalam wawancara sebelumnya.
Budi menegaskan, tidak ada instruksi, aliran dana, maupun keterlibatan langsung dalam praktik perlindungan situs haram tersebut. Bahkan, ia mengklaim justru menggencarkan pemberantasan situs judi online selama menjabat.
“Silakan cek jejak digital saya. Justru saya yang paling keras membasmi situs-situs itu,” tandasnya.
Empat Klaster Terungkap
Dalam perkara yang sedang disidangkan, penyidik berhasil mengidentifikasi empat klaster pelaku dalam praktik perlindungan situs judi online.
Klaster pertama, para koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
Klaster kedua, eks pegawai Kominfo: Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota, Syamsul Arifin, dan lainnya.
Klaster ketiga, agen situs judol: Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, hingga Ferry alias William alias Acai.
Klaster keempat, penerima dana atau pelaku TPPU: Rajo Emirsyah, Darmawati, dan Adriana Angela Brigita.
Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 27 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meski Budi Arie berkali-kali membantah, keterlibatannya terus disebut dalam berbagai persidangan. Ia berharap publik tidak terjebak dalam opini liar yang mencemarkan namanya dan meminta aparat penegak hukum menuntaskan kasus ini secara profesional.
