Lurah Sukanegla, Cecep Nurdiansah, menyampaikan terima kasih kepada 17 KPM karena telah “sadar diri” dan keluar dari program. Di Kelurahan Sukanegla sendiri, terdapat 853 KPM dari 2.730 KK—angka yang menggambarkan bahwa hampir satu dari tiga keluarga masih hidup dalam skema bantuan. Namun 17 yang graduasi dielu-elukan bak pahlawan lokal.
Sementara itu, pemerintah tengah mempersiapkan fondasi digital baru bernama Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—gabungan dari tiga sistem data lama yang diklaim akan lebih akurat. Namun proses verifikasi 188.384 KPM di Garut justru mengindikasikan bahwa masalah bukan pada datanya, tapi pada realitasnya: kemiskinan masih massif, namun yang dicari hanya nama-nama yang bisa dicoret.
Di tengah gempita graduasi ini, tak satu pun pejabat berbicara soal lapangan kerja, harga sembako, akses pendidikan, atau sistem jaminan sosial yang berkelanjutan. Semua fokus pada jumlah KPM yang “berhasil dilepas”, bukan kualitas hidup setelahnya.
Program PKH kini tak ubahnya seperti lomba lari estafet. Mereka yang “berhasil” dilepas dianggap juara, sementara ratusan ribu lainnya tetap dipacu untuk berlari tanpa bekal cukup. Di atas panggung, mereka yang keluar dari bantuan dianggap inspirasi. Di bawah panggung, ribuan warga lain masih bergantung pada belas kasihan sistem yang lebih menghitung data daripada nasib.
Graduasi boleh dirayakan. Tapi jangan lupakan: ribuan lainnya belum juga masuk kelas. (Suradi/ Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”