LOCUSONLINE, GARUT — Di hadapan Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, Bupati Garut Abdusy Syakur Amin kembali mengangkat “dosa lama” dunia pendidikan Garut: Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sektor pendidikan masih terseok di angka 69%, dengan rata-rata lama sekolah warganya hanya 7–8 tahun—cukup untuk tamat kelas 2 SMA, atau tepatnya, cukup untuk tamat sabar menanti perubahan.
Kunjungan kerja sang Wamendikdasmen dalam agenda Monitoring dan Evaluasi MPLS di SMA Ciledug Al-Musaddadiyah, Rabu (16/7/2025), menjadi panggung pengakuan terbuka soal minimnya guru PAUD terverifikasi dan akreditasi sekolah yang belum menyentuh idealitas. Tapi seperti biasa, semua kekurangan itu dibungkus dengan semangat optimisme dan janji akan perbaikan formal.
“Kalau sekolah belum terakreditasi, biasanya penjaminan mutunya belum jalan,” ujar Syakur, seolah baru sadar bahwa ‘mutu’ bukan sekadar jargon spanduk MPLS tiap tahun ajaran baru.
Fakta lainnya pun disampaikan setengah miris: dari total 1.540 SD dan 400 PAUD, hanya 15% guru PAUD yang terverifikasi. Sementara itu, angka partisipasi sekolah (APS) tampak indah di permukaan—hampir 100% untuk SD dan 95% untuk SMP. Tapi saat bicara Angka Partisipasi Murni (APM), justru terjadi penurunan menjadi 81% di jenjang SD. Artinya, banyak siswa bersekolah di luar usia semestinya—indikator klasik pendidikan tersendat.
Tak ketinggalan, Bupati mengulang mantra harapan lama: pendidikan adalah kunci kesejahteraan, ekonomi, dan kesehatan. Namun, hingga hari ini, kuncinya masih terselip entah di mana, terkunci dalam sistem yang belum benar-benar mengutamakan substansi ketimbang seremoni.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”