LOCUSONLINE, JAKARTA — Di balik aroma manis gula impor, terselip pahitnya vonis 4,5 tahun penjara untuk mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Meski dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi, majelis hakim menyatakan Tom tak menikmati sebutir pun manisnya keuntungan.
Dengan denda Rp750 juta yang bisa ditebus kurungan enam bulan, Tom keluar dari sidang Tipikor tanpa dikenai uang pengganti. Alasannya? Ia korupsi tanpa untung, hanya sekadar “melaksanakan kebijakan”. Tapi tetap saja, negara disebut rugi Rp578 miliar—dan entah menguap ke mana.
Vonis dijatuhkan pada Jumat (18/7) oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menutup babak drama hukum yang panjang: dari dakwaan absurd menurut terdakwa, praperadilan yang kandas, hingga klaim bahwa kebijakan impor adalah “perintah presiden”.
“Saya hanya melaksanakan perintah.”
Begitu pembelaan Tom saat persidangan, dengan dalih bahwa keputusan impor telah diafirmasi Presiden Jokowi kala itu. Pembelaan ini bahkan dicetak tebal oleh kuasa hukumnya, menyebut tanggung jawab telah berpindah ke puncak kekuasaan.
Namun hakim bergeming. Mereka menyebut Tom memang tidak menikmati uang haram, tapi tetap bersalah karena menerapkan kebijakan yang melanggar hukum dan mengutamakan ekonomi kapitalis di atas nilai-nilai Pancasila. Entah sejak kapan ideologi menjadi alat ukur dalam vonis hukum.
Korupsi Tanpa Untung: Sebuah Preseden Baru?
Putusan ini menciptakan satu preseden ganjil: negara merugi ratusan miliar, sembilan pebisnis jadi tersangka, tetapi pejabat yang meneken kebijakan lolos dari tuntutan uang pengganti. Di mana letak bobolnya keuangan negara, jika bukan dari atas meja keputusan?
