“Jadi tanggal 18 warga boleh datang ke lapangan. Makan sepuasnya, nonton sepuasnya, tertawa sepuasnya,” kata Dedi dalam video tersebut.
Namun, tragedi keburu merenggut tiga nyawa yang berdesakan dalam antrean makanan. Alih-alih bertanggung jawab, Gubernur justru sibuk mengoreksi jadwal dan menyalahkan waktu yang “tak sesuai agenda”.
Klaim “tidak tahu” dari pejabat setingkat gubernur pada acara keluarga sekaligus panggung politik ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Apalagi pernikahan tersebut bukan pesta biasa: mempersatukan keluarga pejabat elite—anak Gubernur Jawa Barat dan Wakil Bupati Garut, yang juga anak Kapolda Metro Jaya.
Ketika karpet merah digelar untuk para elite, rakyat hanya mendapat tanah merah—beberapa bahkan dibaringkan di dalamnya. Tragedi ini pun mengingatkan kita, bahwa ketika pesta elite berlangsung megah, nyawa rakyat bisa tergelincir di sela-sela yang “tidak masuk agenda.” (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”