Menurut Ateng, kemiskinan juga bisa dibaca dari karakteristik seperti pendidikan dan pekerjaan. Tapi soal bagaimana warga tetap hidup di tengah inflasi cabai, naiknya tarif listrik, dan harga beras yang loncat-loncat itu urusan nanti. Karena yang penting: statistiknya turun.
“(Karena) kita bukan penghasilan, tapi pengeluaran. Pengeluaran untuk konsumsi makanan dan non makanan yang kita catat dalam Susenas,” tutupnya
Jumlah penduduk miskin Maret 2025: 23,85 juta. Turun dibandingkan September 2024. Artinya, entah karena memang hidup mereka membaik, atau mereka berhenti mencatat pengeluaran, grafiknya berhasil menggembirakan pejabat.
Adapun kategori miskin ekstrem alias yang bahkan tak sanggup hidup ala Rp 20 ribu sehari masih tercatat sebanyak 2,38 juta jiwa. Tapi tenang, angka itu bisa turun lagi. Cukup dengan menyarankan mereka belanja hemat dan tidak boros air minum. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”