Baca Juga : KORPRI GARUT: Dari Wadah ASN Menuju Warung Bancakan Berjamaah
Pelajaran Terakhir dari SMAN 6 Garut: Saat Nyawa Remaja Lebih Ringan dari Rapor Sekolah
Apakah seorang remaja memilih mengakhiri hidup hanya karena nilai sekolah? Atau karena sistem yang lebih peduli pada rapor ketimbang rasa?
Hingga Jumat sore, Polres Garut belum menerima laporan resmi dari pihak keluarga. Kasatreskrim Polres Garut AKP Joko Prihatin menyebut, meskipun belum ada laporan, penyelidikan tetap dilakukan bersama tim gabungan. Lagi-lagi, semuanya serba “bersama”, namun hasilnya belum terlihat.
Anehnya, meskipun penyelidikan diklaim sudah berjalan, polisi dan KCD kompak menyatakan tidak menemukan indikasi bullying. Sebuah kesimpulan yang terlalu cepat untuk kasus yang “masih didalami”.
Upaya media untuk mengonfirmasi kepada pihak keluarga pun kandas. Pesan tak berbalas, pintu tertutup. Sementara negara dengan lantang menyampaikan klarifikasi sepihak, bahkan sebelum luka benar-benar mengering.
Kasus ini pun perlahan menambah daftar panjang tragedi remaja yang mati dalam sunyi, sementara lembaga pendidikan, aparat, dan pemerintah sibuk bersilat lidah. Bila benar tidak ada bullying, lalu siapa yang membunuh harapannya?
Birokrasi, mungkin. Atau kita semua, yang terlalu terbiasa mendengar kabar duka semacam ini, tanpa merasa bersalah.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”