Garut sendiri sebenarnya sudah dipetakan sejak 2021, tapi rupanya peta saja tak cukup. Kini wacana kembali digulirkan: dari memperkuat kelembagaan petani dan pelaku IKM rokok lokal, pelatihan SDM, hingga kolaborasi dengan lembaga riset untuk membuat varietas unggul. Janji manis ini barangkali sudah familiar di telinga petani yang sudah lama hidup dari daun, tapi tetap merasa pahit saat musim panen.
Baca Juga : BPS Jabar Rilis Kemiskinan Turun, Pengangguran Naik: Wajah Ganda Jawa Barat
Imah Alus, Rakyat Lusuh: Ketika Rumah Panggung Menari di Atas Statistik Kemiskinan
Ridwan juga menyebut bahwa produksi tembakau Garut masih di kisaran 1.000–1.500 ton per tahun, tergantung cuaca. Tapi jangan salah, katanya, angka ini masih bisa “ditingkatkan” asal pembinaan dilakukan. Lagi-lagi, kata “asal” jadi kata kunci yang terlalu sering dijadikan tameng untuk ketidakpastian kebijakan.
Uniknya, hasil panen tembakau Garut tak banyak dinikmati warganya. Sebagian besar dikirim ke pabrik rokok di luar kota. Jadi, petani kerja keras, perusahaan besar yang panen hasil. Alur klasik yang tampaknya tak akan terganggu oleh studi tiru sekalipun.
Puncaknya, Bupati Garut Abdusy Syakur ikut hadir dalam rombongan yang berkunjung ke Aglomerasi Pabrik Hasil Tembakau (APHT) Kudus. Sepulang dari sana, ia menyatakan komitmen tentu saja untuk “meningkatkan kesejahteraan petani tembakau”. Janji itu seperti asap rokok: pekat di awal, lalu menghilang perlahan. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”