“Jika setiap bangunan pendidikan agama harus dibangun dengan swadaya, lantas ke mana sebenarnya dana publik dialokasikan? Mungkin jawabannya tersimpan di proyek-proyek mercusuar yang jauh dari pesantren dan madrasah tapi dekat dengan papan nama besar dan plakat peresmian “
LOCUSONLINE, GARUT – Peletakan batu pertama pembangunan Sekretariat FKDT di Kecamatan Tarogong Kaler menjadi momen yang dielu-elukan Pemkab Garut. Bukan karena menggunakan dana pemerintah, melainkan karena tak memakai dana pemerintah sama sekali. Swadaya masyarakat dianggap pahlawan pembangunan sementara negara kembali duduk manis sebagai komentator. Selasa, 29 Juli 2025
Asisten Daerah I Pemkab Garut, Bambang Hafidz, hadir langsung di lokasi. Ia menyampaikan apresiasi setinggi langit kepada warga yang dengan penuh kesadaran kolektif menyerahkan tanah dan tenaga demi berdirinya kantor bagi para guru ngaji.
“Saya ucapkan terima kasih banyak,” ujar Bambang, sambil menyebut partisipasi itu sebagai bentuk kemandirian. Kemandirian yang diam-diam semakin menggantikan kewajiban negara dalam mengurus pendidikan keagamaan di akar rumput.
Tanah untuk sekretariat berasal dari wakaf keluarga almarhumah Hj. Siti Roqayah binti Hj. Mansyur. Pembangunan pun tak disokong APBD, melainkan hasil gotong royong masyarakat, termasuk guru-guru madrasah diniyah yang selama ini bekerja dalam senyap, dibayar rendah, tapi tetap dituntut mengabdi tanpa cela.
“Semuanya itu tentu dari kemandirian,” ucap Bambang. Sebuah pernyataan yang seolah mengukuhkan bahwa pemerintah kini lebih bangga menonton masyarakat bekerja, lalu datang hanya untuk meresmikan dan berfoto.
Bambang berharap kantor ini tidak hanya jadi tempat administrasi, tapi juga pusat kegiatan syiar Islam. Sebuah permintaan yang tidak keliru, namun cukup ironis jika mengingat kontribusi anggaran dari negara terhadap pembangunan itu: nol rupiah.
Baca Juga : Gubernur Dedi Sekolah tak Lagi Sekadar Tempat Belajar, Ia Kini Berubah Jadi Miniatur Barak Militer
Atep Taofiq Mukhtar, Ketua FKDT Garut, tetap menyampaikan rasa syukur dan terima kasih. Meski secara tersirat, ia berharap keberadaan kantor ini bisa lebih dari sekadar simbolik—yakni digunakan untuk kepentingan umat, bukan hanya pengurus.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”