“Di atas kertas, sistem sudah “real time”. Tinggal kita tunggu, apakah transparansi juga akan benar-benar nyata, atau sekadar virtual seperti akun medsos desa yang penuh pencitraan tapi minim laporan pertanggungjawaban”
LOCUSONLINE, SUBANG – Sebuah pertunjukan kebijakan kembali digelar di Lembur Pakuan, Kabupaten Subang. Kali ini, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat berduet dengan seluruh Kejaksaan Negeri se-Jabar, Pemerintah Provinsi, hingga kepala daerah tingkat kabupaten/kota untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) pengawasan Dana Desa. Deklarasi berlangsung khidmat, dengan latar belakang semangat membangun desa meski realita di lapangan kerap kali justru “membangun rekening pribadi”.
Tak tanggung-tanggung, hadir pula Menteri Desa, Irjen Kemendagri, Dirjen Pemdes, Gubernur Dedi Mulyadi, hingga Kajati Jabar Katarina Endang Sarwestri. Semua bersatu demi satu tujuan mulia: mengawasi Dana Desa agar tak lagi jadi ajang rebutan kue pembangunan.
Dalam siaran pers, Kasi Intel Kejari Karawang, Sigit Muharram, menyampaikan bahwa penguatan desa adalah bagian dari Asta Cita ke-6 pemerintahan Prabowo-Gibran. Ya, membangun dari desa, bukan membangun perkara di pengadilan negeri.
Baca Juga : BPS: Pulau Jawa Surga Beton, Neraka Perut Kosong Kemiskinan Berkostum Mewah di Pusat Ekonomi
Sebagai alat bukti digital bahwa pengawasan kini bermodal teknologi, Kejaksaan meluncurkan aplikasi Jaksa Garda Desa dan sistem Real Time Monitoring Village Management Funding. Sebuah langkah futuristik: semua kepala desa kini bisa mengelola dana dengan jari, bukan lagi dengan amplop.
Aplikasi ini diklaim bisa mendeteksi potensi korupsi sejak dini. Tentu saja, selama para pelaku belum lebih pintar dari sistem. Karena pengalaman mengajarkan: teknologi secanggih apa pun tetap bisa dilumpuhkan oleh akal-akalan desa yang sudah berpengalaman “mengelola” proyek rabat beton dengan harga premium, padahal tebalnya cuma setebal niat transparansi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”