“Contoh klasik politik balas budi: Pilkada selesai, saatnya membayar utang budi dengan jabatan direksi yang empuk. Garut boleh saja berharap maju, tapi kalau pemimpinnya cuma pilih yang ‘paten di kantong’, jelas mimpi itu bakal jadi sandiwara”
LOCUSONLINE, GARUT – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan surat rekomendasi yang lebih mirip surat tanda terima berkas daripada izin resmi untuk pengangkatan direksi Perumda Air Minum Tirta Intan Kabupaten Garut. Surat bernomor 900.1.13.2/3409/Kedua tertanggal 9 Agustus 2025 itu tidak memberikan lampu hijau, hanya “mempertimbangkan” tiga nama yang diajukan. Kamis, 7 Agustus 2025
Ironisnya, Kemendagri enggan memberikan izin tegas dan justru melempar seluruh tanggung jawab kepada Pemkab Garut. Padahal, secara hukum, pelantikan direksi harus mendapat persetujuan jelas dari Kemendagri. Dengan cara ini, Kemendagri menghindari risiko hukum, sementara Bupati Garut didorong untuk maju tanpa payung hukum yang sah.
“Ini bukti Kemendagri lebih takut menanggung risiko hukum daripada menjalankan fungsi pengawasan. Akhirnya, mereka jadi komplotan pembuat celah hukum untuk kepentingan politik lokal,” tegas Ridwan Kurniawan, Sekjen GLMPK.
Kritik pedas juga dilayangkan terkait metode seleksi direksi yang absurd. “Bagaimana mungkin calon dengan nilai rendah tetap dipertimbangkan? Jika wawancara oleh Bupati jadi ukuran utama, buat apa lagi proses seleksi yang transparan dan kompetitif?” Ridwan mempertanyakan integritas proses ini.
Baca Juga : Investasi Tumpah Ruah, Pengangguran Tetap Tumbuh: Jawa Barat Menuju Surga Modal, Neraka Pekerja?
Tak hanya itu, proses ini dinilai sebagai balas jasa politik Pilkada. Kepentingan politis mengalahkan profesionalisme dan kualitas kepemimpinan. “Garut sedang diperbudak oleh pemimpin yang memilih ‘teman dekat’ daripada kandidat terbaik. Ini jalan menuju stagnasi dan kemunduran,” sindir Ridwan.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”