Putri Karlina mengajak para pelaku usaha untuk “tidak malas”, untuk “konsisten”, dan terus membuka pintu-pintu peluang yang lain. Motivasi memang penting, tapi nasihat moral tanpa peta jalan dan dukungan nyata tak ubahnya pidato motivator di seminar gratis.
“Dikasih modal tapi ibu/bapak tidak punya ilmunya, modalnya tidak membuahkan hasil,” katanya.
Tapi siapa yang memastikan ilmu itu tersedia? Berapa banyak pelatihan teknis berkelanjutan yang diberikan oleh pemda? Siapa yang membimbing para pelaku IKM memahami standar produksi berbasis Good Manufacturing Practice yang dijadikan patokan?
Baca Juga : Kisruh PDAM: Kemendagri Main Aman, Balas Budi Bupati Garut Jadi Prioritas
Ketua PUKMA Garut, Rizky, menyinggung tentang Babancong Weekend Market sebagai ruang eksperimentasi pasar rakyat yang digagas sejak tiga tahun lalu. Sebuah inisiatif positif, tapi tetap bergantung pada kolaborasi dan keberpihakan pemerintah agar tak hanya hidup sebagai agenda akhir pekan semata.
Produk-produk IKM Garut disebut sudah tembus ke Air Asia, Alfamind, hingga kereta api.
Prestasi yang patut diapresiasi, tapi di baliknya ada ratusan pelaku IKM lain yang belum bisa menembus toko kelontong karena kalah bersaing dengan produk bermodal besar yang diproduksi secara massal.
Kunci sebenarnya bukan hanya “konsistensi pelaku usaha”, tapi keberpihakan kebijakan—mulai dari subsidi sertifikasi, jaminan pembelian oleh BUMD, hingga afirmasi ruang khusus di ritel modern yang benar-benar diprioritaskan untuk produk lokal, bukan sekadar formalitas.
Judul boleh satir, tapi harapan kami serius: produk IKM lokal jangan terus jadi tamu di kampung sendiri.(Suradi)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”