“Jangan biarkan cagar budaya hanya jadi tempat ziarah pejabat sementara generasi muda hanya mengenalnya lewat Google”
LOCUSONLINE, GARUT – Di tengah merosotnya literasi sejarah dan krisis pelestarian situs budaya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, memilih meluangkan waktu untuk berziarah dan berswafoto di dua titik bersejarah Kabupaten Garut: Candi Cangkuang dan Makam Embah Dalem Arief Muhammad, Kamis (7/8/2025).
Dibalut nuansa harmonis dan narasi toleransi, kunjungan itu sekilas terlihat sebagai bentuk penghormatan terhadap keberagaman masa lalu. Namun di balik pidato manis soal pentingnya menjaga warisan budaya, publik masih bertanya-tanya: apa langkah konkret negara setelah menteri pulang?
Fadli Zon menyebut Candi Cangkuang sebagai simbol hidup damainya pemeluk Hindu dan Islam di masa silam. Ia memuji warisan budaya Kampung Pulo, menyinggung pentingnya literasi sejarah, hingga menyanjung ritual tradisional seperti siraman.
“Ini merupakan ekosistem dari keharmonisan hubungan di masa lalu,” ujar Fadli, seolah masa lalu selalu lebih toleran daripada masa kini.
Tapi, apakah toleransi itu dijaga dalam kebijakan? Apakah ada dana prioritas untuk konservasi? Ataukah situs-situs bersejarah hanya muncul tiap kali pejabat ingin konten Instagram dengan backdrop heritage?
Salah satu harapan Menteri adalah menjadikan Candi Cangkuang dan makam tokoh sejarah lokal sebagai bahan literasi generasi muda. Sebuah ide bagus, andai tidak terbentur realita pahit: banyak pelajar bahkan tidak tahu letak cagar budaya di daerahnya sendiri.
Tak ada insentif untuk kunjungan edukatif, materi pelajaran sejarah lokal nyaris nihil, dan infrastruktur menuju lokasi pun masih jauh dari kata ramah wisatawan.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”