“Presiden Prabowo menyebut program ini sebagai pelaksanaan Asta Cita ke-3. Angka yang indah, walau warga lebih peduli pada angka di bon utang warung”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Di tengah gegap gempita peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, pemerintah mengumumkan sebuah inisiatif ekonomi desa bernama Kopdes Merah Putih, program koperasi massal yang diklaim sebagai jembatan menuju kemerdekaan ekonomi. Sebuah klaim yang, jika dibaca sambil menunggu sinyal atau antre minyak goreng subsidi, terdengar seperti puisi avant-garde. Kamis, 14 Agustus 2025
Diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Juli 2025, Kopdes Merah Putih tak tanggung-tanggung: 80.081 koperasi sekaligus digagas untuk desa dan kelurahan se-Indonesia. Sebuah angka yang mengesankan, terutama mengingat sebagian besar desa bahkan belum punya toko sembako, apotek, atau jaringan distribusi yang tidak “terdampar di tengah jalan”.
“Ini adalah langkah monumental yang mewakili kedaulatan rakyat dalam mengelola sumber daya mereka sendiri,” ujar Adita Irawati, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan, dengan keyakinan penuh bahwa desa tidak lagi perlu menunggu bantuan sosial cukup tunggu koperasi.
Presiden Prabowo sendiri menyebut Kopdes ini sebagai jawaban atas rantai distribusi yang terlalu panjang mungkin selama ini sembako dari pusat logistik harus naik bus antarkota dulu sebelum sampai ke warung desa. Kini, dengan koperasi, katanya, bahan-bahan penting seperti sembako, obat, dan pupuk akan langsung “turun dari langit” ke tangan rakyat. Murah, adil, dan mudah seperti brosur MLM.
Sayangnya, realitas di lapangan masih sedikit berbeda. Berdasarkan data pemerintah sendiri, 70% desa belum punya koperasi, lebih dari 50 ribu desa tak punya fasilitas kesehatan, dan 5 juta UMKM masih terjerat rentenir. Bahkan 90% hasil tangkapan ikan belum bisa disimpan dengan layak mungkin karena pendingin ikan belum termasuk dalam program koperasi.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”