“Jika aparat penegak hukum tetap pasif, Garut akan menghadapi masa depan suram: lahan produktif makin sempit, lingkungan makin rusak, dan rakyat makin tersisih. Pembangunan semestinya berpihak pada rakyat dan alam, bukan sekadar melayani modal asing maupun domestik.”
LOCUSONLINE, GARUT – Alih fungsi lahan di Kabupaten Garut kian menyerupai lelucon pahit: sawah produktif dikorbankan demi pabrik, aturan hukum dibacakan sekadar formalitas, sementara rakyat jadi penonton setia yang tak pernah ditanya pendapatnya.18/8
Ketua Umum Gerakan Pemuda Mahasiswa Peduli Bangsa (GPM-PB) angkat suara, mendesak Polres Garut segera menggelar perkara terkait maraknya alih fungsi lahan yang diduga sarat penyimpangan. “Masyarakat sudah lama dirugikan, tapi penegakan hukum jalan di tempat. Jangan-jangan memang sengaja dilambatkan,” sindirnya.
Salah satu kasus yang menimbulkan polemik besar adalah pembangunan Pabrik PT Pratama Abadi Industri di lahan yang diduga merupakan sawah produktif. Padahal, Garut dikenal sebagai wilayah dengan tanah subur yang seharusnya dijaga ketat, sesuai amanat UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Baca Juga : Wow Ada Pejabat Meriang: Polres Garut Naikkan Status Kasus Alih Fungsi Lahan Jadi Penyidikan
Namun, hukum di atas kertas tampaknya kalah gesit dibandingkan kepentingan investor. Pertanyaan yang muncul kemudian: di mana peran pemerintah daerah? Apakah fungsi pengawasan dan perencanaan tata ruang hanya jadi jargon tanpa aksi?
Ketua Umum GPM-PB menilai akar masalah ada pada lemahnya pemerintah daerah dalam mengelola Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dokumen yang seharusnya menjadi kompas pembangunan malah sering diabaikan. Hasilnya, pembangunan berjalan tanpa arah, rakyat menanggung dampak, dan hukum terancam hanya jadi catatan kaki.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”