”Pendamping desa seharusnya jadi pengawal amanat rakyat, bukan calo pajak. Tapi di Cirebon, mereka justru menjadikan pajak desa sebagai ladang “bisnis sampingan”. Pertanyaannya: berapa lagi uang desa yang hilang sebelum rakyat benar-benar didampingi, bukan dikorupsi?”
LOCUSONLILNE, CIREBON – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon kembali membongkar ironi pengelolaan dana desa. Empat orang pendamping desa resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pajak Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) periode 2019–2021.
Keempatnya SM, MY, DS, dan SLA bukannya mendampingi, malah menjerumuskan. Rabu (17/9/2025), mereka langsung digelandang ke mobil tahanan setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Kajari Cirebon, Yudhi Kurniawan, menjelaskan modus para tersangka: menawarkan jasa pembayaran pajak dengan janji resi asli dan proses cepat. Bahkan, mereka berani memberi “jaminan bertanggung jawab” jika ada masalah di kemudian hari.
Tapi janji tinggal janji. Pajak tidak pernah masuk kas negara. Sebaliknya, dana pajak plus akses e-billing dan akun DJP Online yang diberikan perangkat desa justru dipakai untuk “main sulap” demi keuntungan pribadi.
Baca Juga : Tetangga Jadi Ancaman: Anak 13 Tahun Jadi Korban Asusila, Polres Garut Bertindak
Berdasarkan pengakuan, data pajak desa diserahkan kepada seorang saksi berinisial M. Dari setiap transaksi, para tersangka dan saksi M menikmati “cashback” 10 persen istilah modern untuk aksi klasik: korupsi berjamaah.
Hasil audit mengungkap, praktik ini merugikan negara hingga Rp2,9 miliar. Angka yang seharusnya bisa dipakai memperbaiki jalan desa atau menambah fasilitas kesehatan, malah lenyap jadi bonus gelap.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”