“Target ini memang progresif, tapi pelayanan publik harus tetap berjalan. Ini jadi pemacu semangat kami,” kata Herman penuh optimisme.
Namun di balik semangat itu, Pemprov Jabar sadar ada tantangan: tren kendaraan listrik yang makin populer bisa merontokkan pemasukan dari pajak kendaraan konvensional. Singkatnya, jalan akan makin mulus, tapi kantong bisa makin seret.
“Sehingga ini perlu dimitigasi karena kendaraan listrik tidak menyumbang pendapatan daerah,” ujar Herman, seakan lupa bahwa pembangunan berkelanjutan justru mendorong masyarakat beralih ke energi ramah lingkungan.
Peningkatan anggaran ini diklaim sejalan dengan visi Gubernur Dedi Mulyadi: menjadikan Jawa Barat provinsi tangguh dengan pembangunan berkelanjutan. Namun, warga bisa jadi bertanya-tanya, berkelanjutan untuk siapa? Jalan bertambah mulus, sementara di sisi lain rumah sakit masih ramai menampung pasien keracunan makan bergizi gratis.
Jika benar semua ini demi “kemajuan Jawa Barat”, semoga tambahan triliunan untuk infrastruktur tidak sekadar jadi monumen anggaran, melainkan betul-betul dirasakan masyarakat tanpa harus menunggu laporan BPK atau headline skandal proyek mangkrak.(Bhegn)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”