“Jalur hijau seharusnya menjadi ekspresi efisiensi birokrasi. Tapi di pelabuhan, “hijau” kadang lebih mirip daun pisang: tampak segar, tapi bisa membungkus apa saja di dalamnya.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Jalur hijau di Pelabuhan Tanjung Priok selama ini dikenal sebagai jalur “aman” tempat barang impor berisiko rendah melenggang tanpa banyak tanya. Tapi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memilih untuk tidak percaya begitu saja.
Dalam sidak mendadak di Tempat Pemeriksaan Fisik Terpadu (TPFT) Graha Segara, Senin (13/10/2025), Purbaya turun langsung, bukan sekadar memantau dari laporan PowerPoint. Ia meminta petugas membuka salah satu kontainer asal China yang melintas lewat jalur hijau.
“Saya cuman cek aja, pengin tahu hijau itu hijau benar atau nggak. Jangan-jangan hijaunya di dalamnya merah,” ujarnya, separuh bercanda, separuh menggugat kultur “asal percaya”.
Kontainer yang dibongkar berisi 560 karung pakan ternak impor senilai Rp1,24 miliar dengan berat total 14 ton. Tak ada barang selundupan. Tak ada kejutan mengejutkan. Hanya tumpukan pakan yang patuh aturan.
Janji Pagar PT. JIL: Tumbuh Subur di Notulen, Layu di Lapangan
Tapi Purbaya tak berhenti di situ. Ia memerintahkan pengecekan laboratorium untuk memastikan isinya benar-benar sesuai dokumen.
“Kalau harus karantina, ya dikarantina. Kalau nggak, jangan dipersulit,” ujarnya. Sebuah kalimat sederhana yang, dalam praktik birokrasi, sering terdengar seperti utopia.
Jalur hijau adalah simbol kepercayaan. Namun, di negeri dengan sejarah panjang penyelundupan, simbol kadang sekadar cat dinding. Pemeriksaan acak akan dilakukan untuk memastikan jalur hijau tidak berubah menjadi jalur siluman.
Purbaya tampaknya ingin mengingatkan bahwa kecepatan bukan berarti kebebasan tanpa pengawasan. Dalam sistem yang sering longgar, ketelitian bisa jadi senjata.(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”