PLN (Persero) ditugaskan membeli listrik dari sampah dengan harga US$ 0,20 per kWh. Transaksi ini dilakukan tanpa negosiasi dan tanpa eskalasi harga, seperti cinta sepihak yang harus diterima apa adanya selama 30 tahun masa kontrak.
Sebagai imbalannya, PLN akan mendapat kompensasi jika biaya meningkat. Dengan begitu, listrik dari sampah bukan hanya energi alternatif, tapi juga potensi bisnis yang “harum”.
Selain listrik, sampah juga bisa diolah menjadi biogas, biomassa, dan bahan bakar cair. Produk-produk ini bisa dijual ke masyarakat dan industri. Jadi, bukan tidak mungkin, suatu hari mobil Anda melaju dengan “tenaga aroma TPS” energi lokal yang benar-benar dekat dengan rumah.
Dengan Perpres ini, pemerintah berharap Indonesia tak hanya dikenal sebagai negara dengan gunungan sampah, tapi juga sebagai negara yang sukses “menyalakan lampu dari bau”.
Jika sukses, mungkin kelak TPS-TPS akan berubah status: dari tempat pembuangan akhir menjadi “kantor cabang PLN paling wangi di negeri ini.”(Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












