Baca Juga : TPAS Pasir Bajing Aktifkan Lagi Sanitary Landfill: Biar Sampah Tidak Longsor Duluan Sebelum Anggaran Turun
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman Suparman, menilai mangkraknya proyek Nambo menggambarkan lemahnya tata kelola di tingkat daerah.
“Sebelum pengelolaan dialihkan ke DLH, pemerintah harus memastikan pertanggungjawaban administratif dan publik. Jangan sampai peralihan ini justru mengaburkan masalah lama,” ujarnya.
Ia mengingatkan pentingnya audit terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek untuk mencegah penyimpangan. Menurut KPPOD, persoalan anggaran dan rendahnya kapasitas SDM menjadi hambatan utama dalam pengelolaan sampah di daerah.
Analis Kebijakan KPPOD, Eduardo Edwin Ramda, menyebut kegagalan PT JBL mengelola TPPAS Nambo sebagai “kejahatan ekologis” yang berdampak pada krisis pengelolaan sampah di Bogor dan Depok dua daerah dengan volume sampah terbesar di Jawa Barat.
“Inkompetensi dalam proyek ini jauh lebih berbahaya daripada kejahatan apa pun, karena dampaknya luas dan merugikan masyarakat,” tegasnya.
Eduardo mendesak BPKP, Kejaksaan, dan KPK mengusut potensi penyimpangan dana publik dalam proyek tersebut. Ia juga mengkritik keterlambatan pemerintah dalam mengambil langkah tegas terhadap mitra pengelola.
Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Gurnadi Ridwan, menilai proyek TPPAS Nambo tetap perlu dilanjutkan karena mendesaknya masalah sampah, namun audit terhadap proyek lama tidak boleh diabaikan.
“Audit adalah bentuk transparansi publik agar masyarakat tahu ke mana dana proyek ini dialokasikan,” ujarnya.
Para analis sepakat, audit menyeluruh terhadap TPPAS Nambo dan Legoknangka penting dilakukan sebagai momentum bagi Pemprov Jawa Barat untuk memperbaiki tata kelola, memperkuat pengawasan, dan memastikan investasi publik benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”