LOCUSONLINE, GARUT – Gedung Pendopo Kabupaten Garut yang biasanya menjadi arena rapat pejabat, hari ini berubah fungsi: menjadi panggung santri. Sekretaris Daerah (Sekda) Garut, Nurdin Yana, dengan khidmat membuka Perlombaan Santri Antar Pesantren dalam rangka Hari Santri Nasional (HSN) 2025, Jumat (17/10).
Forum Pondok Pesantren (FPP) menjadi penggagas acara ini. Nurdin menyebut kegiatan tersebut menyentuh “tiga substansi penting”: ide, agama, dan empati. Tiga hal yang, kalau dipadukan, katanya bisa mengubah dunia. Atau setidaknya, mengubah suasana Pendopo jadi lebih religius.
“Pesantren tidak hidup seperti menara gading,” ujar Nurdin. Kalimat itu diucapkan dengan nada serius, meski sebagian santri yang hadir mungkin lebih fokus menunggu giliran lomba Qiraatul Kutub ketimbang membayangkan menara apa yang dimaksud.
Mata lomba Musabaqah Qiraatul Kutub (MQK) menjadi sorotan. Kitab Alfiyah Ibnu Malik kitab legendaris yang membuat banyak santri hafal seribu bait tapi sering lupa tanggal ulang tahun sendiri dijadikan bahan lomba. Nurdin berharap, lomba ini melahirkan generasi yang bukan hanya fasih nahwu-sharaf, tapi juga tak tergelincir dalam “hiruk-pikuk dunia tanpa tuntunan agama”.
Kepala Kemenag Garut, Saepulloh, tak mau kalah dalam metafora. “Santri itu perekat bangsa, pelopor bangsa, aset negara, dan tumpuan masa depan bangsa,” katanya. Kalau benar, maka bangsa ini seharusnya tidak perlu repot mencari tumpuan ekonomi cukup tumpuannya santri.
Baca Juga : Pengajuan 150 Alsintan Dinas Pertanian Garut Belum Direspon Kementerian ?
Ia menyebut dua pendekatan penting: silaturahim dan silatul fikri (hubungan pemikiran). Dengan dua “silat” ini, santri diharapkan bisa berinovasi menafsirkan Al-Qur’an dan Hadis secara kontekstual. Sebuah tugas berat mirip lomba cepat tepat tapi pakai bahasa Arab klasik.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”