“Kalau dikali seribu kampung nelayan, itu lima juta orang bisa hidup layak,” lanjutnya, dengan keyakinan khas mantan jenderal.
Rakyat pun bisa berharap, hidup layak itu akan datang secepat penyerahan uang sitaan dilakukan bukan secepat kenaikan harga minyak goreng dulu dimulai.
Namun, di balik tumpukan uang yang berkilau itu, Presiden juga menyelipkan pesan serius: jangan ada kriminalisasi rakyat kecil. Ia menyinggung kasus lama, tentang anak SD ditangkap karena mencuri ayam.
“Jaksa, hakim, polisi jangan tumpul ke atas, tajam ke bawah. Orang kecil harus dibela,” ujarnya.
Sebuah kalimat yang sering diucapkan banyak pemimpin, namun jarang bertahan sampai akhir masa jabatan.
Prabowo bahkan berjanji, jika perlu, aparat penegak hukum harus menggunakan uang pribadi untuk menolong korban ketidakadilan.
“Kalau perlu, hakim, jaksa, polisi, pakai uangnya sendiri, ganti uangnya,” katanya, disambut tawa ringan para pejabat mungkin antara kagum dan waswas, sebab rekening gaji belum tentu setebal Rp13 triliun.
Gunungan uang itu akhirnya menjadi simbol dua hal sekaligus: bukti bahwa korupsi masih menggunung, dan harapan bahwa negara masih mampu memungut sebagian sisanya kembali.
Setidaknya, untuk sehari, Indonesia bisa menyaksikan tumpukan uang rakyat yang kembali ke rakyat walau sementara masih berupa dekorasi di lobi Kejaksaan Agung. (Bhegin)

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”