“Selama hakim masih memutus dengan jujur, keadilan hidup. Tapi selama hakim dibiarkan tanpa perlindungan, keadilan hanya hidup setengah hati.”
LOCUSONLINE, JAKARTA – Negara kembali dibuat terkejut atau pura-pura terkejut oleh rentetan ancaman terhadap hakim dan aparatur peradilan. Mulai dari kantor pengadilan yang diserbu, hakim yang ditikam di parkiran, sampai rumah hakim di Medan yang dibakar seperti adegan film kriminal murah. Rangkaian kejadian itu sukses membangunkan alarm bahwa keselamatan hakim ternyata masih tidak aman di negeri yang gemar menyerukan “tegakkan keadilan”.
Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) pun bergerak cepat. Tepatnya, cepat dalam hal membuka wacana. Kali ini, wacana yang dihidangkan adalah pembentukan Polisi Khusus Pengadilan sebuah gagasan yang menurut pejabat disebut “penting”, tapi tak kunjung ada karena negara entah sibuk apa.
Para pejabat menyebut hakim adalah “wajah keadilan”. Sebuah pernyataan manis yang biasanya muncul menjelang ancaman, pembakaran, atau setelah aparat datang terlambat.
“Melindungi hakim berarti menjaga cahaya keadilan,” ujar seorang pejabat. Namun, di lapangan, cahaya itu lebih sering padam karena listrik keamanan belum dibayar.
Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman harus merdeka. Tapi soal keamanan, hakim tampaknya hanya dimerdekakan dari fasilitas.
Sumber locusonline.co menemukan fakta bahwa kemerdekaan hakim baru sebatas kemerdekaan untuk mencari parkiran tanpa penjagaan, pulang tanpa pengawalan, dan menghadapi ancaman sendirian.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














