LOCUSONLINE, GARUT – Proses redistribusi tanah eks HGU PT Condong di Desa Tegalgede, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, makin terasa seperti kompetisi rebut kursi panas. Bukan antar elite, tapi antar sesama warga, setelah terbitnya Keputusan Bupati Garut yang dinilai lebih berpotensi memicu konflik daripada menyelesaikan masalah.
SK Bupati Garut Nomor 100.3.3.2/KEP.469-DISPERKIM/2025 yang diteken pada 3 Oktober 2025 itu langsung bikin warga meradang. Bukan tanpa alasan: isi SK tersebut dianggap seperti “lembaran pahit” bagi para penggarap yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup di lahan eks HGU PT Condong.
Bupati Abdusy Syakur Amin pun dituding harus bertanggung jawab apabila konflik benar-benar pecah. Pasalnya, warga menilai SK itu terbit tanpa mendengarkan puluhan kali surat dan audiensi yang mereka ajukan.
Karena tak mendapat respons, Forum Penggarap Eks HGU Condong akhirnya menunjuk Kantor Hukum Asep Muhidin S.H., M.H & Rekan sebagai kuasa hukum untuk mengambil langkah hukum.
“Benar, kami sudah menerima kuasa dari masyarakat penggarap yang sudah lama menggarap lahan itu,” ujar Asep Muhidin, Rabu (19/11/2025).
Menurut Asep, inti persoalannya justru ada pada pendataan GTRA Kabupaten Garut yang dinilai jauh dari amanat Perpres Nomor 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Reforma Agraria.
“Yang nggak pernah nyentuh cangkul bisa masuk daftar penerima. Yang tiap hari keringetan ngurus lahan malah hilang dari daftar. Absurd,” tegasnya.
Asep juga mengungkap temuan janggal lain saat mendatangi Disperkim Garut, dinas yang tercantum sebagai pihak penerbit SK.

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”














