[locusonline.co, JAKARTA] – Tanggal 21 November 2025 seharusnya menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh jutaan pekerja di seluruh Indonesia: hari di mana Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 diumumkan secara resmi. Namun, harapan itu harus tertunda. Pemerintah pusat ternyata masih sibuk “menggodok” resep baru di dapur kebijakan, sebuah rumus yang jauh lebih kompleks dan menentukan nasib upah jutaan orang.
Penundaan ini bukan tanpa alasan. Ini adalah dampak langsung dari bayangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang masih menyoroti dunia ketenagakerjaan. Pemerintah kini dituntut untuk meninggalkan cara lama yang sederhana—menaikkan upah dengan satu angka persentase tunggal—dan beralih ke metode yang lebih ilmiah dan adil.
Apa Sih “Rumus Ajaib” yang Bikin Pusing Itu?
Nah, dari dapur rahasia pemerintah, beredar “bocoran” mengenai draf Peraturan Pemerintah (PP) yang akan menjadi dasar penetapan UMP 2026. Inti dari perubahan ini adalah penyesuaian terhadap Putusan MK Nomor 168 Tahun 2023, yang mewajibkan upah minimum harus mempertimbangkan Kehidupan Hidup Layak (KHL).
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengkonfirmasi hal ini. “Jadi, kita membaca, menelaah dengan cermat… mengestimasi kira-kira kebutuhan hidup layak itu berapa,” ujarnya dalam konferensi pers di Kemnaker, Jakarta Selatan, Kamis (20/11/2025).
Jadi, rumus baru ini bukan lagi sekadar “tambah 6,5%”. Pemerintah sedang membentuk tim khusus untuk merumuskan dan menghitung KHL yang sesungguhnya. Ini adalah sebuah komitmen untuk mengakhiri era kenaikan upah yang seragam tanpa memandang kondisi riil di setiap daerah.
‘Bumbu Rahasia’ dalam Rumus Baru: Indeks Alfa

Menurut informasi dari Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemenaker, Indah Anggoro Putri, ada satu komponen kunci dalam rumus baru ini yang disebut indeks alfa.
“Kalau dulu kan di PP yang lama alpha-nya 0,1 sampai 0,3, nah kalau sekarang ini harus ada adjustment sedikit karena kita harus mempertimbangkan KHL,” jelas Indah.
Indeks alfa ini adalah variabel yang mencerminkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, semakin besar kontribusi tenaga kerja, semakin besar pula potensi kenaikan upahnya. Ini adalah “bumbu rahasia” yang akan menentukan seberapa pedas rasanya kenaikan upah Anda tahun depan.
Konsekuensinya: Akhir dari “Satu Angka Untuk Semua”
Dengan rumus baru ini, pemerintah secara tidak langsung mengakhiri praktik penggunaan satu angka kenaikan untuk seluruh provinsi. Ini adalah langkah yang baik untuk mempersempit disparitas upah antarwilayah.
“Jadi tidak dalam satu angka, karena kalau satu angka berarti disparitasnya tetap terjadi. Jadi, ada provinsi yang pertumbuhan ekonominya tinggi, silakan, dia boleh lebih tinggi (kenaikannya),” kata Yassierli, menegaskan bahwa daerah dengan pertumbuhan ekonomi tinggi berhak mendapatkan kenaikan yang lebih signifikan.
Lalu, Kapan Kita Tahu UMP 2026?
Mekanisme penetapannya pun sedikit berubah. Pemerintah pusat hanya menyediakan kerangka kerja dan rumus. Tugas untuk menghitung, membahas, dan menetapkan angka final kini ada di tangan Dewan Pengupahan Provinsi masing-masing.
Setelah Dewan Pengupahan menyepakati, usulan tersebut akan diserahkan kepada Gubernur untuk ditetapkan melalui Keputusan Gubernur. Artinya, kita harus menunggu pengumuman dari 38 Gubernur di seluruh Indonesia, bukan lagi dari Menaker di Jakarta.
Jadi, “rumus ajaib” ini bukan sihir, tapi sebuah langkah menuju perhitungan yang lebih transparan dan berkeadilan. Tantangan terbesarnya adalah memastikan formula ini diterapkan secara jujur dan konsisten oleh Dewan Pengupahan dan Gubernur di seluruh Indonesia, sehingga benar-benar bisa meningkatkan kesejahteraan para pekerja. (**)















