HukumNewsPeristiwa

Kasus ASDP: Uang Negara Melayang, tapi Dompet Eks Bosnya Aman? Hakim: “Korupsinya Tanpa Untung”

rakyatdemokrasi
×

Kasus ASDP: Uang Negara Melayang, tapi Dompet Eks Bosnya Aman? Hakim: “Korupsinya Tanpa Untung”

Sebarkan artikel ini
Kasus ASDP

[locusonline, JAKARTA] – Drama hukum megakorupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) akhirnya mencapai babak baru. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat resmi memvonis mantan Direktur Utama, Ira Puspadewi, dan dua anak buahnya. Namun, vonis yang dijatuhkan justru meninggalkan sebuah pertanyaan besar yang menggantung: Bagaimana mungkin seseorang bisa divonis korupsi, tapi tidak terbukti menerima keuntungan pribadi?

Dalam putusannya, Kamis (20/11/2025), Majelis Hakim yang diketuai oleh Sunoto menyatakan Ira Puspadewi dkk terbukti bersalah. Namun, hukuman yang dijatuhkan jauh lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).

tempat.co

Ira, yang menjadi terdakwa utama, divonis pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Sementara itu, dua rekannya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, masing-masing divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Padahal, JPU KPK menuntut Ira dengan pidana 8 tahun dan 6 bulan penjara, serta dua rekannya masing-masing 8 tahun penjara.

Resep “Korupsi Tanpa Untung” versi Hakim

Lalu, apa yang membuat vonis menjadi jauh lebih ringan? Jawabannya terletak pada satu kalimat kunci dalam pertimbangan hakim: “Para terdakwa tidak terbukti menerima keuntungan pribadi.”

Hakim anggota majelis, Nur Sari Baktiana, dalam pembacaan putusannya menegaskan bahwa tidak ada bukti hukum yang menunjukkan Ira Puspadewi dan kawan-kawannya menerima aliran dana dari Kerja Sama Usaha (KSU) PT ASDP atau dari akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) tahun 2019-2022.

Meski demikian, perbuatan mereka dianggap telah memenuhi unsur pidana dalam Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bagaimana bisa?

Hakim menyatakan perbuatan Ira dkk adalah “kelalaian berat tanpa kehati-hatian dan iktikad baik dalam prosedur dan tata kelola perusahaan” yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan membebani PT ASDP. Dengan kata lain, ini adalah korupsi berdasarkan kelalaian, bukan berdasarkan penggelapan uang.

Bahkan Hakim Sendiri Tidak Sepakat: Ini Kriminal atau Salah Manajemen?

Yang membuat kasus ini semakin menarik adalah adanya pendapat berbeda (dissenting opinion) dari Ketua Majelis Hakim, Sunoto, sendiri.

Sunoto berpendapat bahwa kasus ini seharusnya tidak masuk dalam ranah pidana korupsi. Menurutnya, perbuatan Ira dkk lebih tepat diselesaikan melalui Business Judgment Rule (BJR) atau aturan pertimbangan bisnis.

Dalam pandangan Sunoto, keputusan yang diambil terdakwa—meskipun merugikan negara—adalah sebuah keputusan buruk dalam ranah korporasi (bad business judgment), bukan sebuah tindak pidana. Ini seperti sebuah debat hukum klasik: di manakah batas antara keputusan bisnis yang salah dan sebuah tindak kejahatan?

Bukti di Meja Hijau: Tidak Ada Uang, Bahkan Menolak “Hadiah”

Pendapat hakim soal tidak adanya keuntungan pribadi diperkuat oleh kesaksian di persidangan. Adjie, pemilik PT JN yang akuisisinya menjadi sorotan, dengan tegas menyatakan tidak pernah memberikan uang maupun barang kepada para terdakwa.

Lebih dari itu, Ira Puspadewi sendiri dalam pembelaannya menolak segala fasilitas dan pemberian yang ditawarkan, mulai dari handphone, kain batik, hingga fasilitas penginapan. Penolakan ini menjadi bukti bahwa tidak ada niat untuk memperkaya diri secara pribadi dari transaksi tersebut.

Apa yang Memberatkan dan Meringankan?

Meski divonis lebih ringan, majelis hakim tetap menemukan hal-hal yang memberatkan, seperti:

  • Menyebabkan PT ASDP terbebani utang dan kewajiban besar.
  • Tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih.
  • Menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan negara sebagai Direksi BUMN.

Namun, vonis juga diringankan oleh beberapa hal:

  • Tidak adanya bukti penerimaan keuntungan pribadi.
  • Para terdakwa dianggap telah memberikan legacy positif untuk ASDP.
  • Memiliki tanggung jawab keluarga.

Vonis dalam kasus ASDP ini kemungkinan besar akan menjadi rujukan dan perdebatan di masa depan. Ia menimbulkan pertanyaan mendasar: Apa sebenarnya definisi korupsi di Indonesia? Apakah soal uang masuk ke kantong pribadi, atau soal kerugian negara yang disebabkan oleh keputusan yang “tidak berhati-hati”? Jawabannya akan sangat menentukan arah penegakan hukum di Indonesia. (**)

zonaintegritaspdamtirtaintankabupatenGarut_8001
previous arrow
next arrow

Bergabunglah dengan Tim Jurnalis Kami!

Apakah kamu memiliki passion dalam menulis dan melaporkan berita? Inilah kesempatan emas untuk bergabung dengan situs berita terkemuka kami! Locusonline mencari wartawan berbakat yang siap untuk mengeksplorasi, melaporkan, dan menyampaikan berita terkini dengan akurat dan menarik.

Daftar

🔗 Tunggu apa lagi!

Daftar sekarang dan jadilah bagian dari tim kami!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner-amdk-tirta-intan_3_1
previous arrow
next arrow