Kabar Baik di Tengah Tekanan: Rupiah Hari Ini
[locusonline.co] Nilai tukar Rupiah pada pembukaan perdagangan Jumat (21/11/2025) di Jakarta bergerak menguat 5 poin (0,03%) ke level Rp16.731 per dolar AS, dari posisi sebelumnya Rp16.736. Penguatan terbatas ini terjadi di tengah tekanan berat yang telah membelit mata uang nasional sepanjang tahun. Hanya sehari sebelumnya, pada penutupan perdagangan Selasa (18/11), Rupiah sempat terdepresiasi hingga Rp16.751 per dolar AS—level terendah sejak akhir September 2025.
Secara tahun-ke-tahun (year-to-date), Rupiah tercatat telah melemah signifikan sebesar 3,84% atau 619 poin. Pelemahan ini jauh dari asumsi APBN 2025 yang berada di level Rp15.285 per dolar AS, mencerminkan betapa brutalnya tekanan eksternal yang menghantam pasar keuangan Indonesia.
Analisis: Mengapa Rupiah Bisa Menguat?
Penguatan Rupiah, meski tipis, disokong oleh dua pilar utama:
- Surplus Transaksi Berjalan yang Bersejarah: Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyoroti laporan Bank Indonesia (BI) yang menunjukkan neraca transaksi berjalan Indonesia surplus US$4,0 miliar (1,1% dari PDB) pada kuartal III-2025. Capaian ini merupakan surplus pertama dalam 10 kuartal terakhir (sejak kuartal I-2023) dan yang terbesar sejak kuartal III-2022. Kontributor utama surplus ini adalah kenaikan ekspor nonmigas, yang didorong oleh permintaan kuat dari mitra dagang utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, dan India.
- Dolar AS yang Sedang ‘Istirahat’: Di sisi global, rentetan data ekonomi AS yang beragam, termasuk data lapangan kerja, sempat melemahkan Dolar AS. Momen ini dimanfaatkan Rupiah dan mata uang negara berkembang lainnya untuk sekadar bernapas sejenak.
Kabar Buruk: Tekanan Brutal yang Tak Kunjung Reda
Di balik secercah harapan, ancaman pelemahan Rupiah masih sangat nyata. Berikut adalah faktor-faktor yang terus membayangi:
- Defisit Neraca Pembayaran (NPI): Meski transaksi berjalan surplus, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) secara keseluruhan justru mencatat defisit US$6,4 miliar pada kuartal III-2025. Defisit ini terutama dipicu oleh transaksi modal dan finansial yang juga defisit US$8,1 miliar, didorong oleh aliran keluar modal asing dari Surat Berharga Negara (SBN).
- Sentimen Global ‘Risk-Off’: Ketidakpastian suku bunga negara maju (terutama The Fed) dan ketegangan geopolitik telah memicu sentimen “risk-off”. Investor global ramai-ramai memindahkan dananya ke aset safe-haven seperti Dolar AS, sehingga mata uang emerging markets seperti Rupiah tertekan.
- Kinerja Pasar Domestik yang Lesu: Tekanan global ini berimbas pada pelemahan hampir seluruh sektor di pasar saham domestik (IHSG), dengan saham-saham besar seperti BBCA dan BRPT menjadi penyumbang pelemahan terbesar.
Tabel Ringkasan: Dua Sisi Koin Ekonomi Indonesia Kuartal III 2025Indikator Kinerja Kuartal III 2025 Keterangan & Dampak Neraca Transaksi Berjalan Surplus US$4,0 Miliar Suntikan positif; ditopang ekspor nonmigas. Transaksi Modal & Finansial Defisit US$8,1 Miliar Tekanan negatif; dampak aliran modal asing keluar. Neraca Pembayaran (NPI) Defisit US$6,4 Miliar Cerminan ketidakseimbangan eksternal secara keseluruhan. Cadangan Devisa US$148,7 Miliar (Sept 2025) Modal BI untuk intervensi stabilisasi Rupiah.
Proyeksi Ke Depan: Jurus Pamungkas BI Dinantikan
Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui pelemahan Rupiah namun menegaskan bahwa BI telah berjuang mati-matian untuk menjaga stabilitasnya. Langkah BI ke depan akan sangat krusial, terutama terkait keputusan suku bunga acuan yang dapat mempengaruhi daya tarik investasi asing.
Para pelaku pasar kini menanti “jurus pamungkas” BI—apakah akan mempertahankan suku bunga untuk menarik modal asing atau justru memangkasnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan global yang makin menggila. Ke depan, fundamental ekonomi Indonesia yang ditopang oleh surplus perdagangan yang konsisten diharapkan dapat menjadi benteng yang tangguh, asalkan diiringi dengan sinergi kebijakan yang solid antara BI, Pemerintah, dan otoritas terkait. (**)















