“Kalau kios bilang harga naik demi bongkar muat, lantas petani bongkar apa? Bongkar tabungan?” sindir OS.
Baca Juga : Jembatan Putus, Anak Sekolah Di Bungbulang Bertaruh Nyawa, Pemerintah Daerah Bertaruh “Alasan”
Jejak Investigasi Distribusi
Hasil penelusuran menunjukkan rantai distribusi pupuk subsidi masih penuh ruang gelap:
- harga berubah dari hulu ke hilir,
- kontrol minim,
- pengawasan sekadar papan nama.
Bahkan beberapa kios terindikasi menjalankan pola “subsidi rasa nonsubsidi”: pupuk boleh bersubsidi, tapi harga wajib naik agar margin tetap gemuk.
OS tidak sekadar mengeluh. Ia meminta pemangku kewenangan tidak lagi sekadar memelototi data, tapi menelusuri distribusi pupuk dari gudang hingga tangan petani.
“Kami harap dinas dan APH benar-benar turun, buka jalur distribusi sampai akarnya. Jangan tunggu pupuk langka lalu rapat darurat,” tegasnya.
Catatan Penutup Investigasi
Harga pupuk subsidi memang sudah diputuskan turun. Tapi di Garut, harga tampaknya punya roh sendiri lebih patuh pada kalkulasi kios ketimbang amanat presiden.
Petani sudah terlalu sering jadi sasaran poster kebijakan yang manis. Yang mereka butuh bukan himbauan Instagram, tapi harga pupuk yang sesuai HET tanpa embel-embel biaya bongkar, muat, dan niat.
Jika pemerintah serius memberantas permainan, jalur distribusi tak cukup diawasi harus dibedah, ditelusuri, lalu ditindak. Sebab pupuk subsidi tak seharusnya berubah jadi komoditas premium ala butik pertanian.*****

“Jangan tunggu mampu dulu untuk memberi, tidak usah sempat dulu untuk berbuat baik”












